Tadi pagi tiba-tiba Saya dapat pesan dari salah seorang teman, mengajak untuk sekedar keluar rumah mencari udara segar, mungkin dia tahu Saya sudah lama sekali tidak keluar rumah. Lalu terbesitlah dikepala untuk mengunjungi salah satu teman yang memiliki kedai kopi di pertengahan kota. "Sudah lama tidak ketemu, bisa sambil ngopi dan bercengkrama" Saya bergumam.
Tidak lama berselang teman Saya akhirnya datang, tapi dia tidak sendiri, melainkan bersama hujan yang lumayan lebat. Wah sepertinya cuaca tidak mendukung Saya untuk keluar rumah. Aneh Saja, padahal pagi tadi cerah sekali, matahari masih terbit dari timur, daun-daun dari pohon jeruk punya rumah tetangga yang sering Saya curi kalau sedang ingin memasak mie instant juga terlihat segar dan betah hidup, kucing tetangga juga masih seperti biasa, membuang kotorannya tepat didepan rumah Saya. NGENTTTT***TT
Imbas dari hujan tadi adalah obrolan ngalor-ngidul dengan teman Saya yang memang sejatinya sejak di Jogjakarta kami berdua bisa menghabiskan waktu untuk mengobrol hingga berjam-jam. Bahkan rekor yang paling Saya ingat adalah ketika kami berdua datang ke sebuah kedai kopi di daerah Jl. Babarsari, saat itu kami datang ke kedai tersebut pada jam 7 malam, lalu mengobrol berdua membahas sejarah, politik, ilmu agama, ilmu kanuragan, tatanan dunia, teori konspirasi bumi datar, anak bapak kos yang suka pacaran di lorong jalan, hingga membahas selangkangan, lalu akhirnya kami berdua pulang ke kos masing-masing pada jam 8 pagi, tepat setengah jam sebelum kami berdua ada kuliah pagi. Gokil.
Seringnya pada setiap pembahasan memaksa harus beradu argumen, tapi bukan untuk menentukan benar atau salah, menang atau kalah, melainkan untuk mencari sudut pandang alternatif dan menentukan titik temu.
Dan kali ini, obrolan ngalor ngidul dibuka dengan sebuah kata open minded. Kata-kata yang maknanya sendiri sudah bergeser, banyaknya orang yang salah kaprah dalam mengartikan serta menggunakannya.
Apa sih sebenarnya arti kata open minded?
Berpikiran terbuka dan menerima perbedaan? Atau, lebih kompleks dari itu?
Jika kita sepakat untuk mengartikannya hanya sebagai berpikiran terbuka, maka kita juga jangan pernah lupa dengan kata menerima. Menerima bukan berarti harus ikut menyetujui atau bahkan mendukung bukan?
Mari kita bahas mengenai topik panas yang masih sangat tabu dan sering menjadi perdebatan di Negara kita tercinta ini. LGBT.
Banyak sorotan pada bahasan LGBT menjadikannya topik yang paling banyak diperdebatkan oleh berbagai kelompok. Entah itu ketidak setujuan suatu kelompok agama karena menganggap bahwa kaum LGBT adalah suatu kaum yang sudah melanggar kodrat yang diberikan oleh sang pencipta, atau pada bagian kelompok lain yang memaksa semua orang harus menerima kaum LGBT dengan dasar hak asasi manusia.
Suatu kelompok yang menyatakan dirinya open minded karena mendukung LGBT terus-terusan menghakimi orang-orang yang kontra dengan LGBT. Jika Saya tarik kembali mengenai arti open minded sendiri, bukannya itu sudah menyalahi artian dan aturan? Open minded adalah berpikiran terbuka dan menerima perbedaan bukan? Lalu kenapa orang-orang yang mengaku open minded dan mendukung LGBT masih saja tidak menerima perbedaan dan menerima bahwa banyak orang yang tidak setuju dengan mereka? Jika masih tidak setuju dan tidak menerima perbedaan, maka apakah mereka masih layak untuk melabeli dirinya seorang yang berpikiran terbuka?
Lalu ada lagi kelompok lain yang mungkin melabeli dirinya adalah seorang open minded karena mendukung gerakan menggunakan pakaian sebebas-bebasnya karena sejatinya manusia itu tidak boleh dibatasi cara berpakaiannya. Dan manusia juga memiliki hak untuk bebas berekspresi. Kelompok ini biasanya menentang cara berpikir kelompok lain yang tidak menyetujui hal tersebut dengan landasan norma dan agama.
Sekali lagi, bukankah open minded itu memiliki artian Berpikiran terbuka dan menerima perbedaan? Lalu kenapa orang-orang yang melabeli dirinya sebagai seorang yang open minded masih saja mencari pembenaran dan pembelaan?
Begini, jika ada maling yang masuk kerumah orang yang open minded, apakah maling itu akan dibiarkan saja karena kita harus mengerti dan menerima perbuatannya?
Jika mereka yang open minded menjawab "Itu adalah hal berbeda, kita harus menindaknya karena perbuatan maling itu salah dan melanggar hukum"
Lalu, apakah kelompok kontra LGBT dan Pakaian terbuka/tertutup tidak memiliki pemikiran yang sama dengan kelompok pro? Mereka juga bisa menjawab "Kita harus menindaknya karena perbuatan itu salah dan melanggar hukum agama"
Sejatinya, esensi hidup sebagai manusia sosial adalah berbeda pendapat bukan? Bahkan Saya pernah berkata bahwa jika semua sama, letak ke-asyikannya dimana?
Beradu argumen itu penting, tapi bukan untuk mencari pembenaran, atau bahkan lebih parahnya hanya untuk mencari siapa yang benar dan salah, siapa yang menang dan yang kalah. Berbeda pendapat itu sebuah seni yang memang sejak dahulu sudah ada, serta tidak bisa dihilangkan begitu saja hanya perkara seseorang yang open minded.
Siapa saja boleh memiliki argumen yang berbeda, serta boleh memandang suatu hal dari banyak arah. Silahkan jika kau mau menyetujui LGBT, atau kau mau mendukung gerakan semua manusia bebas berpakaian apapun tanpa ada batasan. Dan kau juga boleh untuk tidak menyetujui dua hal tersebut. Tapi ingat satu hal, jangan pernah mengajak. Mengajak adalah hal paling bahaya yang dilakukan orang yang merasa dirinya benar.
..........
Jangan pernah mengalihfungsikan kata open minded hanya untuk tameng belaka. Jangan jadikan open minded sebagai perisai untuk menutupi sifat tidak mau diaturmu. Egomu malah menasbihkan kata open minded menjadi kata sampah yang wajib dihindari. Jika kau yakin dengan sifat tidak mau diaturmu, hiduplah sesuai dengan apa yang kau yakini. Asal, jangan mengajak.
Sekali lagi Saya tanya;
Apakah kita sudah open minded? Atau hanya tidak mau diatur saja?
- Gipsy