Celotehan Sok Bijak

Saya, Kamu, dan Kita semua sebenarnya SADAR!

Rabu, Juni 26, 2019

Siapa Saya dengan beraninya menilai orang lain tanpa tahu apa yang sudah dilaluinya.

---

Pernah tidak kamu merasa kesal dengan seseorang yang suka menyerobot, kebut-kebutan dijalan? Saya rasa, tidak mungkin kamu tidak pernah, bukan?

Tapi, apakah kamu tahu apa alasan dibalik seseorang itu melakukan hal tersebut?

Mungkin bisa saja, dia sudah terlambat untuk pergi ke kantor. Atau, ada salah satu keluarga dia dirumah yang sedang sakit dan harus segera dibawa ke dokter. Atau, kemungkinan paling mungkin adalah, dia sedang sakit perut dan diharuskan untuk segera ke kamar kecil. Who knows?

Semua kemungkinan bisa terjadi. Tapi kamu dengan kesalnya memarahi orang tersebut, tanpa tahu alasan dibalik itu semua.

Atau contoh lain. Pernah tidak kamu berkata atau terbesit pikiran "cowok/cewek yang tampilannya urakan dan jelek kaya gitu kok bisa ya dapat pacar yang cantik/ganteng? Pasti anak orang kaya, atau main dukun"

Tapi, apakah kamu tahu usaha apa yang sudah dilakukan orang tersebut agar bisa mendapatkan hati pasangannya? Who knows?

Kamu, dan Saya sering menilai seseorang tanpa tahu lebih jauh mengenai apa yang sudah dilaluinya; Ceritanya, usahanya, kesedihannya, kesialannya, dan banyak hal lain.

Kamu, dan Saya tidak peduli dengan apa yang sudah orang lain lalui.

Kamu, dan Saya hanya peduli dengan apa yang sedang kamu lihat.

Kamu, dan Saya secara tidak sadar menjadi hakim kehidupan.

- Gipsy Marpaung, 2019.
Read More »

Daily Absurd

MAEL

Senin, Juni 24, 2019


Nama lengkapnya adalah Achmad Ismail, biasa dijuluki "black", atau sering dipanggil dengan "keling".

Dia adalah teman Saya sejak kelas 3 SD. Pindahan dari Pati, Jawa Tengah karena diboyong orang tuanya yang mengikuti program transmigrasi dari pemerintah..

Orang tuanya bekerja di satu perusahaan tempat orang tua Saya bekerja juga. Meskipun dulu statusnya masih belum karyawan tetap, hanya BL (Buruh Lepas). Untuk tahunnya, Saya sudah lupa.

Awal pertama Saya bertemu dengan Mael (seterusnya akan Saya panggil seperti ini) adalah ketika sepupunya mengajak jalan-jalan menggunakan sepeda disekitaran kampung Saya. Entah kenapa, Saya sedikit aneh melihat Mael karena memiliki kulit yang sangat hitam. Begini, meskipun kami semua rata-rata memiliki kulit hitam, tapi kadar hitam yang ada dikulit Mael jauh lebih banyak. Haha

Ke-esokan harinya setelah tiba disekolah, Mael memperkenalkan diri didepan kelas. Yaap, kelas Saya. Karena murid yang ada disekolah Saya tidaklah sebanyak murid yang bersekolah dikota. Rata-rata tidak bersekolah, karena kendala biaya atau malas saja untuk sekolah. Jadi saja Mael bisa satu kelas sama Saya karena kami berdua berada ditingkatan yang sama.

Proses pengakraban diri Saya lumayan cepat, karena teman-teman dikampung yang memiliki satu tingkatan dengan Saya itu semuanya perempuan. Ada 1 laki-laki, tapi tidak naik kelas ketika kelas 1. Jadi saja Saya sendiri.

.....

Yaaa, hari-hari berikutnya di isi dengan kegiatan layaknya anak kecil.

Pagi sekitar jam setengah 6 sudah menunggu truk pengangkut buah sawit datang yang disewa patungan oleh orang tua kami semua untuk mengantarkan ke sekolah.
Lalu sekolah hingga siang, dilanjutkan dengan berjalan kaki sejauh 5 KM dari sekolah menuju rumah.

Kemudian Saya dan teman-teman Saya yang lainnya bergantian mendatangi rumah satu persatu untuk mengajak bermain, atau lebih seringnya menghabiskan waktu untuk memancing. Mungkin sedikit bodoh, atau yaa memang karena masih kecil. Kami selalu memilih tempat memancing yang sangat jauh dari perkampungan, yang jaraknya kurang lebih 5-10KM. Padahal, jika dipikir-pikir, dari total kami memancing, kami jarang sekali mendapatkan ikan. Lebih ke "mencari tempat mandi" yang baru saja sebenarnya.

Kemudian setelah adzan ashar, kami pulang karena rata-rata teman Saya harus TPA di masjid kampung. Kebiasaan Saya sering menunggu mereka didepan masjid, karena Saya seorang nasrani.

Lalu jika mereka sudah selesai, dilanjutkan dengan bermain bola, dan berhenti jika sudah maghrib, atau salah satu dari kami diteriaki untuk pulang kerumah.
.....

Bingung sebenarnya jika ditanya bagaimana sehingga Saya dan Mael bisa semakin akrab. Tapi Saya akan coba menjawab.

Saya sering tidur dirumah Mael, karena menurut Saya sambel buatan Ibunya enak. Begitupula dengan Mael, dia sering tidur dirumah Saya, meskipun bukan karena Masakan ibu Saya enak, tapi karena orang tua Saya sering pergi, entah ke Gereja untuk latihan koor, ataupun pertemuan doa dirumah jemaat. Untuk itu Saya mengundang Mael agar mau tidur dirumah menemani Saya.

Time Skip

Kami berdua lulus SMA sesuai dengan umur kami, tanpa harus menambah 1-2 tahun karena tidak naik kelas. Setelah itu Saya melanjutkan kuliah di Jogjakarta, dan Mael memutuskan untuk menganggur terlebih dahulu.

Mael bukanlah dari keluarga kaya raya. Saya paham itu.
Banyak orang-orang dikampung Saya yang sering berbicara hal buruk, bahkan menghina keluarga Mael. Bukan tanpa alasan sebenarnya, Mael sering dicap buruk karena acap kali berbuat onar, dan Saya sebagai sahabatnya sering kesal juga melihat kelakuan dia. Bahkan, banyak yang bertanya kepada Saya "kenapa sih berteman dengan Mael?" Yaaa, Saya selalu menjawab "Mael baik kepada Saya, buat apa Saya musuhi?" Benar, tidak? Toh, Mael tidak pernah berbuat jahat kepada Saya.

Saya sering memberi pandangan kepada sahabat Saya ini untuk mendaftar saja menjadi anggota Kepolisian atau Tentara, karena Saya rasa Mael memiliki fisik yang cukup kuat untuk menjadi bagian kedua anggota tersebut. Tapi entah kenapa Mael tidak berminat, bahkan cenderung lebih berpasrah diri dan mengikuti Bapaknya untuk bekerja sebagai buruh sawit diperusahaan.

Selama 1 tahun Mael bekerja menjadi buruh kernet. Mengangkat buah sawit yang sudah dikumpulkan oleh pemanen, kemudian memasukkannya kedalam truk pengangkut buah sawit. Dengan gaji yang sangat sedikit, karena masih menyandang status "buruh lepas", bukan karyawan.

1 tahun terlewati, Saya pulang ke kampung karena liburan semester. Saya terus berusaha untuk memberikan pandangan kepada sahabat Saya mengenai pendaftaran Bintara Polisi atau Tentara. Lambat laun, Mael mulai mempelajari hal tersebut, dan memutuskan untuk pergi ke Pontianak dan mendaftar.

7 kali Mael mencoba mendaftar, mengurus berkas kesana kemari yang tak sedikit pula biaya yang dikeluarkan. Orang tua Mael sempat memberikan Saya mandat untuk memberitahu Mael agar berhenti saja mendaftar karena kesempatan Mael untuk diterima sangat kecil.

Lalu ada momen dimana Saya bisa bertemu Mael di Jogja. Waktu itu, dia disuruh abangnya untuk membeli motor titipan orang di Jakarta. Lalu Saya suruh untuk mampir ke Jogja jika urusan di Jakarta sudah selesai, dan dia mau.

Hampir satu minggu berada di Jogja, Saya terus menasehati Mael untuk berhenti saja mendaftar masuk anggota, lalu fokus mendaftar perguruan tinggi, sembari mencari kerja. Saya lakukan hal ini karena kasihan juga kepada orang tuanya yang sampai harus bercerita kepada Saya. Ya, meskipun orang tuanya sudah sering bercerita tentang hal lain, karena Saya sudah sangat akrab dengan keluarganya.

Akhirnya Mael pulang. Lalu tidak berselang lama dari kepulangan Mael dari Jogja, Saya mendapat kabar dari dia bahwa dirinya sedang berada di Solo.

"Ngapain ke Solo?" Saya bertanya
"Main aja, nemenin temen ada urusan bentar" Jawab Mael

Yap, sejak kecil Saya berteman, tidak mungkin Saya tidak menyadari kebohongan yang Mael lontarkan. Pasti saja ada sesuatu yang penting di Solo, sehingga dia harus pergi kesana. Kalau hanya menemani temannya, tidak mungkinlah hingga seperti itu.

Selang 1 bulan tidak berkomunikasi, karena setiap Saya telepon nomor handphonenya selalu tidak aktif, akhirnya Mael menelepon Saya, Malam-malam. Ingat betul, waktu itu Saya sedang makan Lamongan di daerah Seturan.

"Bro, aku lulus bro" Kata Mael dari sambungan telepon
"Lulus apa, anjing?" Saya bertanya heran.
"Kemaren aku daftar AU, lulus dari Pontianak, dibawa ke Solo buat lanjut tes, disini aku lolos, minggu depan udah mulai pendidikan 4 bulan" Jelasnya

Saya yang sedang makan kaget, kenapa sahabat Saya tidak bercerita sejak awal? Meskipun Saya senang sekali mendengar kabar itu, tapi masih saja bertanya-tanya.

Akhirnya Mael menjelaskan, dan ternyata dia tidak memberitahu siapa-siapa ketika dinyatakan lulus di Pontianak. Takutnya, ketika sudah gembar-gembor bilang lulus, ternyata di Solo tidak lulus. Alhasil, Mael memberi tahu semuanya ketika sudah pasti lulus.

Bangsat memang.

Saya sebagai sahabat sangat bangga melihat kesuksesan Mael.

Mael berhasil membeli mulut orang-orang di kampung Saya yang telah menghina dirinya. Mael berhasil membuktikan kepada Saya, bahwa dia juga bisa berpengaruh untuk orang lain.

Saya juga berjanji kepada Mael, apapun keadaannya Saya akan tetap pergi ke Solo untuk menghadiri acara pelantikannya nanti.

Dan hal itu terwujud. Saya dengan seorang teman Saya pergi ke Solo malam hari sebelum acara pelantikannya. Menunggu-nunggu untuk bisa bertemu, karena jujur saja, Saya kangen sekali dengan Mael.

Terharu dan bangga, jelas sekali tergambar diraut muka Saya waktu itu.

Tidak pernah terpikirkan sebelumnya, dengan gagahnya sahabat Saya berhasil mengenakan seragam Angkatan Udara. Berdiri tegap, menahan tangis untuk berjumpa dengan orang tuanya yang sedari tadi sudah menunggu ditepian lapangan sambil menunggu aba-aba dari komandan untuk menemui anaknya masing-masing.


......

Mael sekarang sedang bertugas menjadi seorang prajurit di Ibu Kota Provinsi tempat kami dibesarkan.

Sesekali bertemu jika sedang tidak sibuk dan dibolehkan keluar.

Mael adalah seorang teman, dari dulu hingga sekarang.

Mael adalah,

sahabat Saya.

- Gipsy Marpaung.
Read More »

Puisi

BERTAMENG TOPENG [PUISI]

Senin, Juni 24, 2019

Img Src: https://www.tumblr.com/tagged/purple-aesthetic
Orang berbondong menghina si penghina,
menjadi garda terdepan untuk berteriak keadilan,
sedang mereka sama sekali tidak memilikinya.

Orang berbondong memaki si pencaci,
dengan teriakan lantang menyerukan kesucian,
sedang mereka sama sekali tidak memilikinya.

Orang berbondong menjahati si penjahat,
menjadi pasukan terdepan untuk berteriak kebaikan,
sedang mereka sama sekali tidak memilikinya.

Lantas, apa yang mereka punya?

Kerumunan yang menutupi ketidakpintarannya,
dengan cara yang tidak pintar.

- Gipsy Marpaung, 2019.
Read More »

Puisi

DREAMING [PUISI]

Senin, Juni 24, 2019

Img Src: bleaq.com

You owe me your love

Sorry, I'm just dreaming
FUCK!!

I didn't realized
Delusional makes me crazy

But, you still owe me your love

Oh my God! What did just happen to me?!
Sorry again.
- Gipsy Marpaung, 2019.
Read More »

featured

Untuk diriku 10 tahun lagi

Selasa, Juni 11, 2019

Dari   : Gipsy Marpaung, 23 tahun.
Untuk  : Gipsy Marpaung, 33 tahun.

Dear, Gipsy.

Halo, Bagaimana kabarmu?

Aku harap kau baik-baik saja, ya! Aku sekarang sedang sibuk mencari pekerjaan, melamar banyak perusahaan yang sampai detik aku menulis ini belum ada yang mau menerima haha.

Kau, bagaimana? Aku harap kau sudah mendapatkan pekerjaan yang layak sesuai dengan keinginan kita, ya!

Oh iya, bagaimana dengan istrimu? Aku yakin kau tidak akan salah memilih pasangan hidup, bukan? Karena aku pasti akan melakukan hal yang sama. Memang sekarang aku sedang tidak dekat dengan siapa-siapa karena tidak percaya dengan diri sendiri. Tapi kau tidak melakukan hal yang sama bukan?

Aku sekarang sedang berada di titik dimana aku bingung, tidak tahu harus kemana. Rasanya sangat malas untuk berinteraksi dengan orang-orang diluar sana, meskipun itu adalah temanku, teman kita. Seperti kehilangan gairah untuk berkomunikasi dan berbagi. Tidak tahu juga apa penyebabnya. Terlalu banyak pikiran menumpuk dikepala belum bisa aku keluarkan sekarang. Sedikit takut melihat kedepan.

Bagaimana cita-cita kita menjadi seorang sutradara ternama? Apakah kau sudah berhasil menggapainya? Atau cita-cita kita yang lain untuk menjadi seorang illustrator hebat yang bisa menguasai Disney? Haha. Nanti ceritakan, ya!

Aku masih sibuk menulis buku yang entah kenapa susah sekali untuk aku selesaikan sekarang, dan aku harap ketika kau membaca ini nanti, bukumu sudah terbit diseluruh penjuru toko ya! Bukan hanya satu, atau dua judul buku, tapi sepuluh! Atau dua puluh juga boleh!

Kau tahu tidak, aku sekarang sedang semangat sekali untuk membuka sebuah bisnis. Ya meskipun aku masih bingung, bisnis seperti apa yang harus aku jalankan.. Tapi aku sekarang belum putus asa, ada beberapa hal yang harus aku coba lakukan, dan harus aku lakukan. Aku rasa, kau nanti juga masih melanjutkan apa yang aku kerjakan sekarang. Pokoknya, kau harus ceritakan semuanya nanti.

Kalau aku sekarang sedang merasa kesepian, aku yakin kau sudah tidak merasakan hal yang serupa kan? Aku penasaran sekali, bagaimana bentuk dan jalan yang sudah kau lalui selama 10 tahun nanti.

Aku akan berusaha sebisa mungkin untuk tidak mundur barang selangkah, agar nanti kau bukan tidak lagi menjadi aku yang sekarang, kau adalah kita yang baru...

Kau harus janji kepadaku satu hal, ketika kau membaca ini, kau akan membalasnya kelak, dan menceritakan semuanya kepadaku.


Dari aku, Gipsy Marpaung 23 tahun.

Gipsy Soritua Marpaung
Selasa, 11 Juni 2019.
Read More »

Daily Absurd

MAAF YANG BUKAN SEKEDAR BASA-BASI [DAILY]

Senin, Juni 10, 2019

Beberapa hari belakangan ini, ramai diperbincangkan di twitter mengenai basa-basi saat berkunjung ke tempat keluarga, dan kata maaf yang tidak penting diucapkan. Saya tidak tahu, apakah tujuannya hanya untuk bercanda, ataupun tidak.

Oh iya, Saya mengucapkan selamat hari Raya Idulfitri 1440 H untuk seluruh umat muslim yang sedang merayakannya. Meskipun telat, tidak apalah, ya? Toh, suasana lebaran masih terasa.

......

Perbincangan mengenai basa-basi ataupun kata maaf yang sedang ramai di twitter penyebabnya adalah karena masih dalam suasana lebaran, jadi tema yang harus diusung ya harus menyangkut hal tersebut. Tidak mungkin juga kan, suasana lebaran tetapi membuat cuitan mengenai "sejarah terbentuknya Negara Uzbekistan?"

......

Sesuai dengan cuitan Saya yang lalu, Saya ingin membahas sedikit banyak mengenai kebiasaan keluarga Saya untuk berucap maaf, agar tak hanya 'sekedar' maaf.

Bacalah...

Dulu sekali, ketika Saya masih kecil, Saya tidak tahu menahu mengenai kebiasaan ini.

Saya selalu dibangunkan ketika jarum jam menunjukkan angka 00:00 pada tanggal 01, Januari disetiap tahunnya. Lalu kami satu keluarga (Bapak, Ibu, kedua Kakak Saya, dan Saya) berkumpul di ruang keluarga untuk mengadakan ibadah keluarga.

Ibadah ini mencakup, beberapa nyanyian puji-pujian, lalu dilanjutkan dengan Bapak Saya membacakan salah satu firman Tuhan untuk bekal kami selama satu tahun kedepan, kemudian membacakan doa penutup. Diakhir ibadah, seluruh anggota keluarga diharuskan untuk 'mengakui' kesalahan mereka masing-masing selama satu tahun kebelakang, kami semua harus mengakuinya dihadapan keluarga, dan meminta maaf atas kesalahan tersebut. Dan orang pertama yang harus mengakui kesalahannya adalah seseorang dengan umur paling muda, hingga terakhir adalah orang dengan umur paling tua.

Sebentar, ini tidak se-menyeramkan yang kalian kira. Tidak ada penghakiman. Kami tidak diharuskan mengakui 'seluruh' kesalahan yang tidak ada sangkut pautnya dengan keluarga. Simplenya, kami hanya harus mengakui kesalahan-kesalahan kami kepada orang tua seperti melawan, membentak, membangkang, dan sebagainya. Begitu pula sebaliknya orang tua kami kepada anak-anaknya.

Karena Saya adalah anak bungsu, maka Saya adalah orang pertama yang harus mengakui kesalahannya.

Tapi, Saya tidak mau.

Bahkan, Saya terkadang pura-pura tidur dan tidak mau dibangunkan ketika akan melakukan acara ini.

Alasannya, Saya masih kecil, dan Saya tidak tahu apa yang harus Saya katakan.

......

Setelah beranjak remaja, Saya jadi menyukai acara ini.

Pertama kali Saya serius mengakui kesalahan dan meminta maaf adalah ketika Saya menginjak kelas 2 SMA.

Kala itu, Saya mengaku kepada orang tua bahwa Saya sering bolos dan menulis surat izin sakit jika sedang malas sekolah. Setelah itu Saya meminta maaf.

Sekali lagi, tidak ada penghakiman. Bukan malah memarahi, saat giliran kedua orang tua Saya berbicara, mereka menasehati Saya dengan kata-kata yang menurut Saya sangat masuk akal untuk Saya terima. Mereka tidak memojokkan Saya karena kesalahan Saya, tetapi mereka mengarahkan Saya agar tidak melakukan hal seperti itu lagi di tahun yang akan datang. Ya meskipun ditahun berikutnya, Saya tetap mengulangi kesalahan tersebut hehe...

Momen yang paling tidak bisa Saya lupakan adalah, ibadah keluarga untuk menyambut tahun 2014. Dimana Saya ketahuan merokok, tepat seminggu sebelum tanggal 01 Januari, 2014.

Saya harus berani mengakui kesalahan Saya didepan orang tua Saya mengenai hal tersebut, dan Saya sangat yakin pula orang tua Saya akan membahas hal tersebut.

Dan, ya, kalian tahu, hal itu terjadi.

Meskipun tidak dimarahi setelah pengakuan tersebut, tapi kedua orang tua Saya sedikit banyak memberi arahan kepada Saya seperti: Merokok itu tidak baik untuk kesehatan, janganlah dulu merokok karena belum bekerja, dan banyaknya wejangan-wejangan lainnya.

.....

Kebiasaan ini terus berjalan hingga sekarang.

Bagaimana kebiasaan ini bisa menular?

Seingat Saya, hal ini terjadi ketika menyambut tahun baru 2014.

Setiap menyambut tahun baru, Bulek Saya (adik dari Ibu Saya) selalu datang kerumah, karena rumah Saya mengadakan open house layaknya hari Natal. Begitu pula sebaliknya jika lebaran, kami sekeluargalah yang harus datang kerumah Bulek Saya.

Entah tidak seperti biasanya, dimana Bulek Saya selalu datang dipagi hari pada tanggal 01 Januari. Kali ini beliau datang tepat 2 hari sebelum tahun baru. Yaa, akhirnya Bulek Saya mengikuti ibadah keluarga kami, meskipun beliau tidak ikut berdoa, hanya melihat saja.

Setelah melakukan pengakuan dosa (Saya sebut saja pengakuan dosa, ya? Terlihat lebih rebel sepertinya) Bulek mendekati Bapak Saya dan bertanya mengenai hal tersebut.

Menurutnya pribadi, pengakuan dosa ini mungkin bisa diterapkan ketika lebaran. Dan akan dilakukan beta testing pada lebaran berikutnya. Haha bahasa Saya sudah keren kan?

Alhasil, Bapak Saya membuat susunan acara yang hampir sama untuk pengakuan dosa pada saat lebaran. Bedanya, tidak bernuansa Nasrani, tapi lebih ke umum. Ditambah, pengakuan dosa ini tidak hanya dilakukan oleh keluarga Bulek Saya, melainkan ke semua keluarga besar pada saat hari pertama lebaran. Termasuk keluarga Saya juga ikut.

Acara lebih kompleks. Kami harus mengakui kesalahan pada semua orang yang terlibat disana. Keluh kesah juga dapat dijadikan landasan untuk berbicara kepada yang lain. Misal, ditahun kemarin, Ibu Saya sangat kesal dengan perlakuan Bulek Saya yang dengan sengaja membawa Mbah Saya pulang ke Jawa tanpa permisi. Ataupun, ketika Bulek Saya mengatakan kepada Bulek Saya satunya bahwa selama ini mereka sering sekali berselisih paham mengenai beberapa hal.

......

Pengakuan dosa ini bukan hanya sekedar ucapan. Tapi lebih ke jujur pada masing-masing. Tidak ada lagi perasaan dendam, marah, ataupun kesal. Semua sudah diluapkan dalam acara ini.

Aturannya cuma satu:

Tidak boleh menyimpan rasa amarah karena mendengar pengakuan yang kurang menyenangkan

......

Mungkin selama ini, kata maaf pada saat lebaran hanya sekedar ucapan untuk pelengkap lebaran. Mungkin.

Tapi, dengan acara rutin seperti ini, keluarga besar Saya jadi mengetahui kesalahan pada pribadi mereka masing-masing. Lalu mengkoreksinya agar lebih baik lagi kedepannya.

Yang perlu diingat, tidak ada penghakiman pada setiap ucapan yang keluar.


Semoga kebiasaan ini bisa ditularkan, agar tidak ada lagi yang merasa bahwa kata maaf adalah basa-basi semata.

Gipsy Marpaung
Read More »