BABAK I
Sedikit menginjak remaja, ketakutan-ketakutan lain mulai muncul. Pertama kalinya berpacaran dengan teman sekolah, takut jika semua orang tahu bahwa kami berpacaran, hingga harus menjaga jarak disekolah dengan cara berpura-pura tidak mengenali satu sama lain. Takut diberikan surat peringatan dari sekolah karena terlalu sering tertangkap basah bermain kartu remi dikelas, hingga takut dicurigai sebagai pencuri karena memiliki kulit dan bentuk fisik berbeda sendiri dikelas pada saat salah seorang teman Saya kehilangan handphonenya.
BABAK II
Perihal cinta, memang menjadi ketakutan tersendiri bagi beberapa makhluk yang bisa bernafas, tidak terbatas pada manusia, bahkan mungkin hewan pun memiliki ketakutan tersendiri perihal cinta. Tidak tahu kalau tumbuhan, mereka berfotosintesis dan Saya tidak pernah berbicara dengan tumbuhan.
Mulai beranjak remaja, ketakutan menjadi sedikit lebih berwarna. Tidak lagi berkutat pada perkara ringan.
Takut akan cinta dan kehilangan mulai terbentuk, dulu yang setiap hari uang jajan selalu dihabiskan untuk mengisi billing diwarung internet samping sekolah, lambat laun mulai terganti dengan membeli gorengan atau bahkan martabak manis untuk dibawa ke rumah gebetan. Uang jajan sedikit demi sedikit mulai dialokasikan untuk membeli pulsa provider 3 yang dulu namanya sangat bersinar terang dikalangan anak SMA karena memberikan promo beli pulsa 5 ribu gratis 5 ribu. Menghabiskan pulsa dengan cara mengirimi SMS dengan catatan kaki *send all* padahal hanya memilih satu nama kontak "gebetan" untuk mengirimi kode-kode perasaan yang dulu belum dianggap norak dan lebay.
Lambat laun perasaan mencintai berubah menjadi perasaan takut kehilangan. Yang dulunya selalu romantis, kini setiap hari harus berdebat hanya perkara tidak boleh ini dan tidak boleh itu. Ketakutan yang tidak mendasar kini menduduki posisi paling atas pada chart hati dan perasaan.
BABAK III
Sedikit menginjak dewasa, ketakutan di isi oleh perihal lain yang lebih rumit dari sebelumnya. Bukan lagi perkara hati, tapi perkara masa depan. Pertanyaan "bagaimana" selalu muncul setiap malam saat berkontemplasi sebelum tidur. Bagaimana jika nilai hancur? Bagaimana jika Saya tidak lulus tepat waktu? Dan bagaimana-bagaimana lainnya yang terus menerus mengisi ketakutan.
Ketakutan mengenai hati dan perasaan rupanya tidak hilang begitu saja. Menyukai seseorang yang sudah sangat dekat sedari dulu rupanya menimbulkan ketakutan tersendiri.
Takut mengungkapkan, takut menerima penolakan, takut akan menjauh, sekarang kembali lagi menduduki posisi paling atas pada chart hati dan perasaan. Tidak percaya diri tiba-tiba akrab dengan cerita sehari-hari.
BABAK IV
Beranjak dewasa, lagi-lagi ketakutan di isi dengan hal baru. Lebih rumit dari sebelumnya, dan mungkin tingkat ke-kompleksitasannya juga sedikit lebih tinggi.
Takut mengecewakan orang-orang terdekat, takut tidak sukses dalam hidup, takut hidup tidak berjalan sesuai dengan rencana, takut tidak bisa ini, takut tidak bisa itu, dan ketakutan-ketakutan lain yang setiap hari terus menerus menghantui bukan lagi hanya pada saat berkontemplasi, tapi terus menyerang setiap ada waktu dan kesempatan.
Ketakutan tentang cinta juga belum hilang. Takut tidak menemukan orang yang tepat, takut untuk memulai lagi dari awal, takut menjadi beringas pada perasaan, dan masih takut untuk berterus terang.
KONKLUSI
Tanpa sadar, rasa takut akan selalu ada dan menghantui kemanapun dan sampai kapanpun. Rasa takut terus menghalangi Saya atau bahkan orang lain untuk melihat sisi terbaik dari sebuah kehidupan.
Pada dasarnya, ketakutan hanyalah sebuah pilihan pada flowchart kehidupan. Ketakutan hanya akan mengarah pada flowchart negatif, yang bergumul dan bekerja keras untuk menutupi pandangan kearah lain yang lebih baik.
Sebuah pilihan yang memang tidak bisa dihindari oleh semua orang. Tapi nyatanya, pilihan itu lebih dari satu, dan tidak mungkin semua pilihan mengarah pada jawaban salah. Babak demi babak kehidupan akan mengungkap bahwa ketakutan-ketakutan yang pada awalnya memiliki dasar yang kuat lambat laun akan melemah dan menjadi tidak berdasar sesuai berjalannya waktu.
Saya dan kamu memiliki ketakutan tersendiri mengenai perjalanan hidup.
Tetapi Saya dan kamu juga bisa memilih untuk melawan rasa takut akan sesuatu. Beranikah? Atau akan terus dikalahkan oleh rasa takut? Saya mencoba berani, dan kamu juga bisa.
.........
*Asal jangan disuruh untuk berani naik pesawat, Saya masih takut*
Gipsy Marpaung
30 November, 2020.