Celotehan Sok Bijak

NIKAH MUDA

Kamis, Desember 03, 2020

Suka Duka Menikah Muda

Pernikahan dini
Bukan cintanya yang terlarang
Hanya waktu saja belum tepat
Merasakan semua

Mbak Agnes ternyata sejak dahulu sudah memproklamirkan jangan menikah muda... dih ngelarang-ngelarang ih..

Berbekal dari banyak cerita yang sudah Saya tampung selama ini, mungkin Saya punya kapasitas untuk sedikit membahas perkara yang lumayan berat. Dan entah kenapa, Saya sangat antusias untuk membahas topik menarik yang seperti biasa akan Saya tarik kesimpulan dari sudut pandang ke-sok-tahu-an Saya.

Lumayan pusing ternyata, harus mencari artikel kesana-kemari untuk memvalidasi kata-kata yang mungkin nanti akan Saya sebutkan didalam beberapa paragraf. Malam ini Saya harus berkutat lebih keras dengan mesin pencari melalui beberapa keyword; "Usia ideal untuk menikah","Menikah Muda","Angka Pernikahan Dini", dan beberapa kata kunci terusan yang terlalu banyak untuk Saya sebutkan satu persatu.

Ketika Saya sedang berselancar dengan kata kunci diatas, tiba-tiba mesin pencari Google bersabda "Apakah kamu ingin menikah muda?" Lahhhhhhh... asu.

Menikah muda sepertinya sedang menjadi trend dikalangan teman-teman Saya. Beberapa dari mereka sudah menikah, atau sedang ingin melangsungkan pernikahan dengan pasangannya dalam waktu dekat ini. Imbasnya Saya harus mondar-mandir Pontianak-Yogyakarta untuk menghadiri pesta pernikahan sahabat-sahabat Saya.

Saya tidak akan membicarakan topik ini dari sudut pandang Agama, karena Saya masih belum memiliki kapasitas untuk berceramah ataupun menggurui menggunakan sudut pandang tersebut. Saya hanya akan membahas dasar yang lumayan penting pada perkara menikah muda.

Kita semua harus setuju bahwa di Indonesia pada saat ini menikah muda sedang menjadi trend dikalangan masyarakat berumur 18-25 tahun. Dikutip dari databoks.katadata.co.id pada Januari-Juni 2020, 34.000 permohonan dispensasi pernikahan dini (di bawah 19 tahun) diajukan, 97% di antaranya dikabulkan. Padahal sepanjang 2019, hanya terdapat 23.700 permohonan.

Persoalan menikah muda ini sebenarnya sudah menjadi sorotan tersendiri bagi Indonesia, pasalnya berdasarkan data tahun 2018, sebanyak 1.184.100 perempuan yang berusia 20-24 tahun sudah menikah ketika usia mereka masih 18 tahun. Dan top chart pernikahan dini diduduki oleh Pulau Jawa, dengan angka 668.900.

Berbeda hal dengan beberapa Negara di Eropa ataupun Amerika, kebanyakan dari masyarakat disana lebih memilih untuk menunda pernikahan sampai mereka matang secara mental dan finansial. Imbasnya, trend tinggal bersama di Eropa - Cohabitation - justru mengalami kenaikan secara drastis. Sebuah data menunjukkan setengah penduduk berusia 18-30 tahun di Eropa masih enggan untuk menikah karena mereka masih belum siap secara finansial.

Oh iya, menurut data dari Kementerian Agama, angka perceraian di Indonesia per Agustus 2020 mencapai 306.688 kasus. Dan rata-rata jumlah perceraian ini mencapai seperempat dari total 2 Juta pernikahan dalam satu tahun. *CMIIW

.......

Google menawar lagi: "Apakah kamu ingin segera menikah?" ah google sok tahu..

Jika kamu berpikiran Saya akan melarang dan mengata-ngatai orang yang ingin nikah muda, berarti kamu sama saja seperti Google.. sok tahu

Saya tidak memiliki kapasitas untuk melarang suatu keinginan orang.

Ingin menikah di usia muda sebenarnya sah-sah saja dilakukan. Toh orang-orang disekitar kamu tidak akan ikut andil dalam permasalahan kehidupan berumah tanggamu nanti setelah menikah. Mereka juga tidak akan ikut patungan membayar biaya pesta pernikahan yang nilainya lumayan fantastis karena gengsi orang Indonesia itu masih besar. Bahkan trend menikah muda sedang hype sekali kan? Demi menghindari zinahhhhh.. jadi tidak perlu pacaran terlalu lama, langsung menikah saja.

Jika nanti ada permasalahan dirumah tangga? Ahhh, pikir nanti.. Yang penting halal saja dulu, permasalahan bisa kok dibicarakan baik-baik.

Kalian belum terlalu mengenal satu sama lain loh, emang kamu sudah mengenal dia luar dan dalam seperti apa? Pasanganmu akan menemanimu sampai tua loh? Hmm, bukan rumah tangga namanya jika tidak ada kerikil-kerikil kecil, sifat-sifat tidak baik lambat laun juga akan hilang sesuai bertambahnya umur dalam berumah tangga kok.

Tapi kan masih muda? Ga takut ga bisa main lagi? Elah, itu gampang.. tinggal bilang saja kerja, lalu pulang sedikit telat..

Ta-tapikan, bagaimana jika finansial belum terlalu matang? Yaudah sih percaya aja, anak bakalan bawa rezeki. Toh jika masih kurang, ada 4 orang tua yang masih siap membantu menjadi donatur tetap dikehidupan berumah tanggamu.

Ih aku ga mau deh nikah muda! Yaudah terserah, padahal menikah itu termasuk dalam ibadah.

.......

Perlu digaris bawahi, bahwa kalimat-kalimat yang baru saja Saya sebutkan diatas adalah kutipan-kutipan yang Saya kumpulkan dari pernyataan orang-orang disekitar Saya, Saya tidak mau jika semua pembaca akan mengira bahwa Saya sedang menyinggung orang lain atau beberapa pihak terkait.

Tidak ada yang melarang pilihanmu untuk menikah muda, tapi jika ingin segera menikah hanya berlandaskan "supaya cepat halal, dan tidak zinah", Saya mungkin akan menjadi orang pertama yang mengatakan ketidaksetujuan Saya. Menikah bukan semata-mata hanya ingin ho-oh-ho-oh-an tidak digerebek warga. Pasanganmu itu akan menjadi temanmu, dan dia akan kamu lihat setiap hari selama hidupmu bukan?

Berlandaskan untuk menghindari pacaran agar tidak berzinah...

Bukankah pacaran adalah salah satu esensi dari sebuah hubungan manusia? Saling memberi pengaruh, mencari kecocokan, dan seleksi alam apakah manusia tersebut layak menjadi orang yang akan terus berada disamping kita? Tidak hanya dalam urusan dua insan beda kelamin. Pada akhirnya kita berteman, berbisnis dan berhubungan dengan siapapun harus memiliki titik temu berdasarkan kecocokan, kesamaan, rasa aman dan nyaman.

Emang kamu mau, ketika sudah menikah tiba-tiba pasanganmu ternyata adalah Raja Takeshi dalam variety show Benteng Takeshi? Atau ternyata dia adalah Rudi Wowor yang berperan di iklan Snickers "MEMBOSANKAN!"

Mau menikah muda, menikah jika sudah matang, atau tidak menikah adalah pilihan masing-masing individu yang harus dihargai. Yang perlu di ingat pada saat sudah menikah adalah perkataan-perkataan manis yang sudah terucap sebelum menikah. Konsisten akan perkataan manis memang sangat susah, tapi semua pasangan harus mampu menunaikan perkataannya dalam kondisi apapun setelah menikah bukan? Apakah kamu akan menunaikan janji-janji indah yang sudah dilontarkan pada saat sebelum menikah? Atau janji-janji itu hanya akan menjadi sebatas jika?

Ibaratkan kamu sedang melihat pengemis dijalan, lalu kamu berangan-angan dan berkata dalam hati "Jika nanti aku sukses dan punya banyak uang, aku akan lebih sering memberi sedekah pada para pengemis". Tapi apakah kata-kata itu akan ditunaikan ketika kamu sudah sukses dan memiliki banyak uang? Atau kata-kata itu hanya akan menjadi sebatas 'jika'?

Menikahlah bukan untuk bercerai, tapi menikahlah untuk dapat bercerita dan tertawa bersama hingga nanti kamu dan pasanganmu tidak bisa lagi melakukan apa-apa pada saat sudah tua.

Gipsy Marpaung
Desember, Tahun tikus logam.
Read More »

Celotehan Sok Bijak

KARYA(?)

Rabu, Desember 02, 2020

Instalasi Pisang Dilakban Dari Maurizio Cattelan
Sebelum memulai semuanya izinkan Saya untuk menyalin kata-kata sakti yang akan kita bahas pada kesempatan kali ini (speech ala pak RT) melalui salah satu buku sakral masyarakat Indonesia.

Menurut KBBI, Karya adalah:

/kar·ya/ n 1 pekerjaan; 2 hasil perbuatan; buatan; ciptaan (terutama hasil karangan)


Karya sendiri berasal dari bahasa Sanskerta yaitu kriya yang berarti 'mengerjakan', dari akar kata tersebut kemudian terbentuklah kata karya, kriya, kerja.

Linimasa semua sosial media sedang asyik-asyiknya membahas kata ini. Lebih ke perdebatan dan penyalahgunaan kata, mungkin. Jargon-jargon barunya adalah "balas dengan karya", "bisa tidak kamu buat karya", "bisanya menghina, punya karya saja tidak" yang entah siapa pencipta pertama jargon-jargon ambigu ini.

Lalu menurut kamu, karya itu apa?

Mari kita bahas sesuai sudut pandang dan asumsi pribadi Saya..

Jika merunut pada artian karya melalui Kamus Besar Bahasa Indonesia, semua hasil perbuatan (ciptaan) seseorang adalah merupakan sebuah karya. Sebagaimana mestinya ciptaan, Saya, Kamu, Mereka, dan semua orang yang berada digalaksi bima sakti adalah sebuah karya. Karya orang tua kita masing-masing.

Tapi tunggu dulu, Saya tidak akan membahas karya dalam sudut pandang rumit. Seperti biasa, ke-sok-tahu-an Saya hanya sebatas menjelaskan dan menganalogikannya secara sederhana dan tidak neko-neko kalau kata orang Jawa.

Jika berbicara mengenai karya, Saya mungkin akan setuju dengan pihak-pihak yang mengatakan bahwa 'karya itu tidak ada yang jelek, selera orang saja yang berbeda'. Itu benar, dan kita semua sebenarnya harus meng-amini kata-kata tersebut. Sama halnya ketika orang berkata 'semua benda/barang yang ada dimuka bumi bisa dijual, pada pasar yang tepat'. Bahkan kotoran hewan pun bisa dijual bukan?

Kamu boleh tidak setuju, dan kamu boleh mengomentari, mengkritik, atau bahkan menghina sebuah karya/ciptaan yang tidak sesuai dengan selera kamu. Tapi tahukah kamu bahwa ada seorang seniman jalanan bernama Jean Michel Basquiat yang telah berhasil dikenal oleh banyak orang padahal hasil lukisannya terlihat seperti anak umur 5 tahun sedang menggambar?

Jean Michel Basquiat adalah seorang seniman jalanan yang muncul disaat rakyat Amerika mengalami ketegangan dengan berbagai krisis dan kekhawatiran. Melalui karya-karyanya yang nyeleneh, kita dapat melihat banyak kritik mengenai isu diskriminasi, ketidaksetaraan ras, hingga isu perbudakan yang banyak dikaitkan sebagai produk neo-kolonialisme; yang tanpa disadari sudah mengontrol negara-negara bekas jajahan seperti yang terjadi di Afrika dan Asia.

Merujuk pada kata 'karya sesuai selera' mengenai Basquiat, semua lukisannya memang tidak akan berarti apa-apa untuk kamu-kamu yang sekarang sedang duduk sambil scrolling Instagram dan mungkin akan berkata "gambar apa ini? anak sd juga bisa". Tapi beda halnya dengan orang-orang yang diwakilkan oleh lukisan-lukisan Basquiat mengenai diskriminasi ras. Bagi mereka, karya Basquiat adalah sebuah cara untuk mengungkapkan kejadian nyata yang sedang menimpa mereka. Mereka membutuhkan sebuah media untuk membuat cara pandang, dan perumpamaan baru untuk mencari solusi bagi persoalan yang muncul. Bagi mereka, karya Basquiat telah berhasil merepresentasikan kekhawatiran masyarakat mengenai isu-isu yang sedang panas pada saat itu.

Oh iya, di Indonesia juga ada Basquiat sok eksentrik new generation ala-ala... hehehehehehehehehehe

Jangan julid. Oke back to the topic..

Kata karya menjadi perdebatan panas bagi para 'pencipta' dan 'penikmat'. Beberapa orang yang mengaku sebagai 'pencipta karya' tidak suka jika orang lain menghina dan mengata-ngatai karya yang sudah mereka buat. Beberapa orang yang mengaku pencipta karya ini mulai mengeluarkan jargon khas yaitu "balas dengan karya", "bacot, bikin karya sana kalau bisa", dan jargon-jargon ngegas lain yang kalau dilihat dari sudut pandang pak RT di gang Saya itu aneh.

Memandang sebuah karya itu jelek memang sedikit salah, tapi semua orang boleh mengemukakan pendapat, mengomentari, atau bahkan menghina. Semua orang memiliki hak untuk mengomentari apapun yang mereka lihat. Jika semua orang yang mengaku pencipta mengatakan "harus buat yang serupa maka kamu boleh mengkritiknya" maka website Rotten Tomatoes tidak akan pernah dibuat. Atau bahkan Acara masak memasak ditelevisi juga tidak akan ada karena belum tentu jurinya pernah memasak apa yang peserta masak... Dan, semua orang tidak boleh mengomentari rendang alot dan tidak enak yang tersedia diprasmanan acara pernikahan orang karena rendang tersebut adalah sebuah maha karya dari para ibu-ibu komplek yang gotong royong memasak untuk hidangan pesta.

Kesalahan terletak pada statement Si pencipta karya "kamu harus buat karya, baru kamu boleh mengomentari karya Saya". Ya itu namanya pemikiran saklek. Semua orang yang mengaku adalah pencipta (creator) harusnya paham dengan kondisi tersebut. Semua hasil ciptaan/karya yang sudah dibagikan ke khalayak ramai pasti akan menimbulkan pro/kontra. Jika tidak ingin dikomentari, cukup ciptakan lalu disimpan. As simple as that

.........

Sebelum tulisan ini berakhir, Saya ingin bertanya mengenai satu hal yang sedikit membingungkan Saya beberapa hari kebelakang dan kamu wajib menjawab pertanyaan yang Saya lontarkan, tapi sebelum itu, marilah kita semua sepakat dan menyamakan persepsi untuk mengatakan bahwa apapun yang sudah orang-orang unggah ke media sosial (dalam bentuk gambar/video/tulisan) merupakan sebuah karya. Lalu...

Apakah seseorang (yang melabeli dirinya seorang creator) yang mengunggah video dirinya sedang berjoget dengan latar belakang lagu-lagu remix (mostly tiktok users) adalah seorang 'pencipta karya' dan unggahannya adalah sebuah karya?

Gipsy Marpaung
02 Desember 2020.
Read More »

Celotehan Sok Bijak

KETAKUTAN

Senin, November 30, 2020


BABAK I

Sekitar 15 tahun yang lalu, perdebatan hati terberat yang pernah Saya alami hanya berputar pada perkara ringan layaknya anak-anak kecil pada umumnya. Ingin bermain hujan tetapi takut dimarahi,  ingin bermain bola hingga adzan maghrib berkumandang tapi takut dibawakan sapu, atau takut ketika melihat jarum suntik saat mantri datang dengan muka sedikit ngantuk saat Saya sedang sunat. Dan yang paling parah dan masih teringat dengan jelas dikepala adalah ketika pertama kali nobar film dewasa (red: bokep) dirumah dengan beberapa berandal kampung ketika kedua orang tua Saya pergi ke ladang. Takut tiba-tiba ada yang datang dan memergoki bahwa ada sekumpulan anak-anak berandal yang sedang nonton film dewasa, dan kedua adalah ketakutan melihat adegan panas karena itu adalah pengalaman pertama. Kedua ketakutan ini berjalan beriringan, hingga membuat suhu tubuh naik dan turun secara drastis.

Sedikit menginjak remaja, ketakutan-ketakutan lain mulai muncul. Pertama kalinya berpacaran dengan teman sekolah, takut jika semua orang tahu bahwa kami berpacaran, hingga harus menjaga jarak disekolah dengan cara berpura-pura tidak mengenali satu sama lain. Takut diberikan surat peringatan dari sekolah karena terlalu sering tertangkap basah bermain kartu remi dikelas, hingga takut dicurigai sebagai pencuri karena memiliki kulit dan bentuk fisik berbeda sendiri dikelas pada saat salah seorang teman Saya kehilangan handphonenya.

BABAK II

Perihal cinta, memang menjadi ketakutan tersendiri bagi beberapa makhluk yang bisa bernafas, tidak terbatas pada manusia, bahkan mungkin hewan pun memiliki ketakutan tersendiri perihal cinta. Tidak tahu kalau tumbuhan, mereka berfotosintesis dan Saya tidak pernah berbicara dengan tumbuhan.

Mulai beranjak remaja, ketakutan menjadi sedikit lebih berwarna. Tidak lagi berkutat pada perkara ringan.

Takut akan cinta dan kehilangan mulai terbentuk, dulu yang setiap hari uang jajan selalu dihabiskan untuk mengisi billing diwarung internet samping sekolah, lambat laun mulai terganti dengan membeli gorengan atau bahkan martabak manis untuk dibawa ke rumah gebetan. Uang jajan sedikit demi sedikit mulai dialokasikan untuk membeli pulsa provider 3 yang dulu namanya sangat bersinar terang dikalangan anak SMA karena memberikan promo beli pulsa 5 ribu gratis 5 ribu. Menghabiskan pulsa dengan cara mengirimi SMS dengan catatan kaki *send all* padahal hanya memilih satu nama kontak "gebetan" untuk mengirimi kode-kode perasaan yang dulu belum dianggap norak dan lebay.

Lambat laun perasaan mencintai berubah menjadi perasaan takut kehilangan. Yang dulunya selalu romantis, kini setiap hari harus berdebat hanya perkara tidak boleh ini dan tidak boleh itu. Ketakutan yang tidak mendasar kini menduduki posisi paling atas pada chart hati dan perasaan.

BABAK III

Sedikit menginjak dewasa, ketakutan di isi oleh perihal lain yang lebih rumit dari sebelumnya. Bukan lagi perkara hati, tapi perkara masa depan. Pertanyaan "bagaimana" selalu muncul setiap malam saat berkontemplasi sebelum tidur. Bagaimana jika nilai hancur? Bagaimana jika Saya tidak lulus tepat waktu? Dan bagaimana-bagaimana lainnya yang terus menerus mengisi ketakutan.

Ketakutan mengenai hati dan perasaan rupanya tidak hilang begitu saja. Menyukai seseorang yang sudah sangat dekat sedari dulu rupanya menimbulkan ketakutan tersendiri.

Takut mengungkapkan, takut menerima penolakan, takut akan menjauh, sekarang kembali lagi menduduki posisi paling atas pada chart hati dan perasaan. Tidak percaya diri tiba-tiba akrab dengan cerita sehari-hari.

BABAK IV

Beranjak dewasa, lagi-lagi ketakutan di isi dengan hal baru. Lebih rumit dari sebelumnya, dan mungkin tingkat ke-kompleksitasannya juga sedikit lebih tinggi.

Takut mengecewakan orang-orang terdekat, takut tidak sukses dalam hidup, takut hidup tidak berjalan sesuai dengan rencana, takut tidak bisa ini, takut tidak bisa itu, dan ketakutan-ketakutan lain yang setiap hari terus menerus menghantui bukan lagi hanya pada saat berkontemplasi, tapi terus menyerang setiap ada waktu dan kesempatan.

Ketakutan tentang cinta juga belum hilang. Takut tidak menemukan orang yang tepat, takut untuk memulai lagi dari awal, takut menjadi beringas pada perasaan, dan masih takut untuk berterus terang.

KONKLUSI

Tanpa sadar, rasa takut akan selalu ada dan menghantui kemanapun dan sampai kapanpun. Rasa takut terus menghalangi Saya atau bahkan orang lain untuk melihat sisi terbaik dari sebuah kehidupan.

Pada dasarnya, ketakutan hanyalah sebuah pilihan pada flowchart kehidupan. Ketakutan hanya akan mengarah pada flowchart negatif, yang bergumul dan bekerja keras untuk menutupi pandangan kearah lain yang lebih baik.

Sebuah pilihan yang memang tidak bisa dihindari oleh semua orang. Tapi nyatanya, pilihan itu lebih dari satu, dan tidak mungkin semua pilihan mengarah pada jawaban salah. Babak demi babak kehidupan akan mengungkap bahwa ketakutan-ketakutan yang pada awalnya memiliki dasar yang kuat lambat laun akan melemah dan menjadi tidak berdasar sesuai berjalannya waktu.

Saya dan kamu memiliki ketakutan tersendiri mengenai perjalanan hidup.

Tetapi Saya dan kamu juga bisa memilih untuk melawan rasa takut akan sesuatu. Beranikah? Atau akan terus dikalahkan oleh rasa takut? Saya mencoba berani, dan kamu juga bisa.

.........

*Asal jangan disuruh untuk berani naik pesawat, Saya masih takut*

Gipsy Marpaung
30 November, 2020.
Read More »

Celotehan Sok Bijak

BE QUIET, PLEASE!

Selasa, November 10, 2020

background img src: https://knops.co/magazine/addiction-to-silence/
Wah ternyata sudah lama ya Saya tidak kembali menulis disini, padahal niatan Saya diawal tahun kemarin akan lebih sering mengisi sesuatu untuk blog ini. Haha, ternyata niatan Saya belum sepenuhnya bisa dipercaya. Dan asal kalian tahu saja, sejatinya beberapa bulan kebelakang Saya selalu berada didalam rumah, bahkan Saya bisa 24 jam berada didalam rumah selama satu minggu. Makan selalu pesan dari aplikasi daring. Sudah seperti itu, tapi niat menulis Saya selalu terdistraksi oleh beberapa hal sepele; malas, malas, dan malas. Eh, itu bukan beberapa hal ya... tapi satu hal. Hehe.

Bukan, bukan.. Saya malas menulis sebenarnya karena perkara laptop yang Saya punya sudah tidak bisa berfungsi dengan baik. Bukan hanya alasan yaa... laptop ini Saya beli bekas, dulu sekali ketika Saya masih kuliah di Jogjakarta. Dengan budget pas-pasan, alhasil cuma bisa dapat spesifikasi laptop yang pas-pasan juga. Bahkan, laptop yang Saya miliki masih kalah dan tertinggal jauh dari Smartphone Xiaomi yang paling baru.

Jangan dibayangkan.

Yah kenapa Saya jadi curhat ya haha. Doain aja ada rezeki untuk beli laptop baru yang lebih bagus! Sekarang, kembali lagi ke bahasan yang ingin Saya tulis kali ini... 

Here we go...

Minggu ini Saya menemukan sesuatu yang sangat menarik, bahkan membuka wawasan dan sudut pandang baru yang tidak pernah Saya bayangkan selama ini. Perkara yang menurut Saya tidak rumit tapi dapat menyakiti banyak pihak. Dan yang lebih menarik lagi, pengalaman ini adalah pengalaman yang dimiliki oleh orang disekitar Saya.

Mungkin akan lebih bijak jika kali ini hanya analogi yang akan Saya berikan.

Sekarang kamu boleh membayangkan...

-------------------------------------------------------------------------------------------

"Ada seseorang yang baru saja membeli sebuah smartphone dengan model paling baru dan harga yang lumayan mahal. Setelah keluar dari toko, dia kembali kerumah dengan perasaan yang amat bahagia karena sudah berhasil mendapatkan smartphone impiannya. Lalu dia bergegas menghubungi salah satu temannya untuk memberitahukan bahwa dia sudah memiliki smartphone yang dia inginkan. Dia bercerita panjang lebar mengenai perjuangannya mendapatkan barang impian tersebut.

Temannya ikut senang...

Waktu berlalu sedikit cepat... ternyata banyak smartphone yang lebih canggih muncul ke permukaan. Dengan marketing 'harga' yang murah meriah, tentu saja smartphone ini menjadi dambaan bagi banyak orang. Seseorang ini juga ikut merasa demikian. Sejenak dia berpikir "Iya juga ya, kalau aku ambil yang ini biaya yang harus aku keluarkan tidaklah besar, bahkan aku bisa mendapatkan barang yang sangat bagus dengan harga yang murah".

Karena mendapatkannya pun mudah, akhirnya dia berpaling. Smartphone dia yang lama dibuang begitu saja, lalu dengan senang hati berpindah ke smartphone baru yang lebih murah dan tinggi spesifikasinya.

Sekali lagi, dia bergegas menghubungi temannya dan bercerita panjang lebar mengenai smartphone yang baru saja dia miliki, membangga-banggakannya bak seorang Dewa yang harus disembah.

Karena rasa penasaran, temannya pun menanyakan perkara smartphone lamanya. "Jadi, smartphonemu yang dulu, kau kemanakan?"

Dia menjawab "Sudah aku buang, karena ketika aku ingin ber-swafoto dengan teman-temanku, smartphone itu sangat lambat"

"Hanya perkara itu, kau membuangnya dan menggantinya dengan yang baru?" Tanya temannya penasaran.

"Iya! Itu adalah kesalahan terbesar sebuah smartphone. Enak saja! yang aku butuhkan hanya swafoto, dan smartphone itu tidak bisa memberikan yang terbaik untuk keinginanku" Jawabnya lagi.

"Loh, tapi bukannya dulu kau bercerita bahwa swafoto menggunakan smartphone itu sangatlah bagus? Bahkan dengan sadar kau berkata bahwa smartphone itu adalah yang terbaik" Tanya temannya sekali lagi.

"Hah? Tidak mungkin! Kapan aku mengatakan bahwa smartphone itu sangat bagus? Dan kapan pula aku mengatakan bahwa smartphone itu yang terbaik?" Pungkas dia tidak terima. "Mungkin, bagus dan terbaik menurutmu beda dengan bagus dan terbaik menurutku" Tambahnya lagi.

Seketika temannya terdiam, lalu merenung. "Apakah memang dia seperti ini sejak dahulu?"

Satu hal yang tidak disadari oleh si pembeli smartphone ini adalah; Barang murah dan mudah didapatkan juga akan memiliki kualitas yang murah dan mudah dirusakkan.

-------------------------------------------------------------------------------------------

Saya membebaskan kamu untuk mengartikannya kemana dan ke siapa saja analogi yang baru saja Saya tulis.

Analogi yang lumayan sederhana mengenai ketidak konsistenan seseorang dalam berkata. Perkara simple yang dibuat rumit oleh diri sendiri. Jika dirunut dari awal, maka jawaban akhir didalam analogi tersebut seharusnya tidak pernah muncul. Tapi ternyata pembelaan pada kalimat akhir malah membuat semua perkataan menjadi rancu.

Aneh bukan? Bahkan Saya sendiri masih belum dapat memahami mengapa hal tersebut bisa terjadi. Apakah ketidak konsistenan itu muncul hanya karena ingin menjaga nama baik dan harga diri? Atau jangan-jangan orang yang tidak konsisten ini sedang berkomedi untuk membuat orang lain tertawa dengan ketidak konsistenannya? Jika iya, maka mereka sangat lucu.

Apapun yang telah kamu alami, baik atau buruk, berhasil atau gagal, benar atau salah, selama itu adalah pilihanmu sendiri, maka berbanggalah dengan pilihan yang sudah kamu pilih. Jika hasil dari pilihanmu adalah buruk, gagal, atau salah, maka tidak serta merta kamu melupakan dan mengelak bahwa kamu tidak pernah memilih itu. as simple as that.

Konsisten bukan cuma perkara kamu memilih A, lalu dikemudian hari kamu tidak boleh memilih B dan harus tetap berada pada pilihan A. Big NO! Dikemudian hari kamu tetap boleh memilih pilihan B, dan ketika kamu memilih pilihan B, maka pilihan A yang sudah pernah kamu pilih sebelumnya tidak boleh dilupakan dan dielakkan. Akui saja bahwa kamu pernah memilih A dan tidak berjalan sesuai keinginan. 

Berani mengakuinya bukanlah hal yang sulit bukan?

Gipsy Marpaung
Pontianak, 00:50 Dini hari.
Read More »

Celotehan Sok Bijak

MERASA BENAR

Sabtu, Juli 18, 2020



Belakangan ini, Saya mencoba sok mengamati linimasa Twitter yang semakin hari kian membara. Cuitan demi cuitan diutarakan antara akun A, akun B, hingga akun Z. Memuji, memaki, beradu argumen, berdebat, hingga menghina sekarang bisa Saya tonton dibalik layar smartphone sambil makan makaroni pedas harga seribuan hasil beli dari warung depan gang.
Berbekal dari pengamatan subjektif yang Saya lakukan jika sedang tidak ada kerjaan karena sudah selesai menonton episode demi episode drama korea, Saya bisa menarik kesimpulan bahwa MERASA BENAR adalah hal yang lumrah. Sudah menjadi bagian dari ego masing-masing manusia yang belakangan ini bertumbuh dengan pesat.

Satu kelompok selalu merasa bahwa kenakalan dimasa muda itu hal yang wajar. Keren. Secara eksplisit menyangkal menggunakan kalimat "gpp waktu muda nakal, biar nanti pas tua ga nakal lagi".

Sebagian lain menolak hal tersebut, memilih untuk tetap hidup sesuai norma.

Dua kelompok yang terbagi atas pro dan kontra ini membuat lini masa menjadi sangat panas. Beberapa orang kelihatan tidak terlalu mencolok saat beradu argumen, tapi ada juga yang memiliki pola pikir "I don't give a fuck" lalu memilih jalan dengan cara berkomentar pedas.

Contoh lain:

Satu kelompok selalu merasa bahwa seseorang bebas memakai apapun model pakaian yang mereka inginkan.

Sebagian lagi menolak, mengatakan bahwa cara berpakaian itu harus dilandasi oleh norma.

Pro kontra ini juga membuat lini masa Twitter menjadi panas.

Perlu digaris bawahi, Saya tidak akan ikut campur dan menjadi salah satu bagian dari mereka. Untuk saat ini, Saya hanya bisa berdebat mengenai; Kenapa harga rokok di warung depan menjadi mahal setiap bulannya? Atau yang paling berat adalah mengenai apakah MSG itu benar-benar membuat orang yang mengkonsumsinya menjadi bodoh atau semata-mata hanya konspirasi pada perang dagang yang sudah dilakukan sejak dulu.

Tapi jika Saya diperbolehkan mengungkapkan pendapat pribadi, maka inilah yang akan Saya katakan.

Saya selalu tidak setuju dengan dua kubu yang berdebat ini.

Anggapan Saya selama ini adalah, perdebatan yang mereka lakukan mengenai dua hal diatas hanya didasari oleh kemampuan dan ketidakmampuan. Disatu sisi orang-orang yang mampu melakukan hal tersebut akan selalu mengajak orang lain untuk harus mampu juga melakukan apa yang sudah dia lakukan, di sisi lain orang-orang yang tidak mampu juga akan selalu mengajak orang lain untuk tidak mampu.

Perdebatan ini hanya didasari atas perilaku pribadi yang merasa dirinya benar. Seperti yang Saya singgung diatas, ego untuk merasa benar sudah tertanam di diri masing-masing manusia.

Perdebatan antara dua kubu ini hanya bertujuan untuk mengajak orang-orang lain agar setuju dengan perasaan benar mereka. Bagi Saya, dua kubu ini hanya mencari pendukung untuk membenarkan apa yang mereka anggap benar. Tidak lebih dari itu.

Antara mampu dan tidak mampu
Bisa dan tidak bisa

Mereka yang mampu akan mengajak orang lain untuk mampu
Dan mereka yang tidak mampu akan mengajak orang lain untuk tidak mampu

Analoginya:

Dua anak berdebat mengenai layang-layang. Anak pertama yang mampu membuat layang-layang sendiri akan mengatakan bahwa membuat layangan sendiri itu memuaskan, bisa berkreasi sebebas mungkin tanpa ada batasan bentuk pada layang-layang. Lalu anak kedua yang tidak mampu membuat layang-layang akan mengatakan bahwa membuat layangan sendiri itu ribet, sudah ada yang jual, tidak perlu susah-susah membuat, toh hasilnya sama saja.

Perkara layang-layang ini menjadi perdebatan sengit antara kedua anak ini. Karena saling merasa benar, kedua anak ini mencari pembelaan oleh orang-orang sekitar untuk mendukung apa yang mereka percayai.

Padahal, tujuan akhir dari persimpangan kedua jalan yang ditempuh anak ini sama. Yaitu hanya untuk bisa bermain layang-layang.

Sesimple itu.

Saya tidak keberatan dengan apapun yang dianggap mereka benar.
Saya hanya tidak suka, ketika orang-orang yang merasa benar mulai mengajak.
Read More »

Curahan Hati

MENYERAH

Kamis, Juni 25, 2020


Banyak motivator terkenal berkata "Jangan takut, jangan pernah menyerah", seakaan berprasangka bahwa semua masalah didalam hidup memiliki solusi untuk diselesaikan.

Lalu, apakah menyerah bukan salah satu solusi untuk menyelesaikan suatu permasalahan?

Beberapa keadaan memaksa kita untuk tetap bertahan meskipun digempur habis-habisan. Namun ada beberapa keadaan yang juga memaksa kita untuk menyerah jika suatu kemungkinan berpersentase nol. Menyerah bagi sebagian orang digunakan untuk bertahan, dan melanjutkan. Untuk Saya, menyerah digunakan untuk melupakan.

Sebagian keadaan memaksa untuk tetap bertahan, apapun alasannya.
Sebagian lagi diam-diam berbisik pelan, tapi terus-terusan terngiang untuk memikirkan kapan semua akan dilepaskan.

Menyerah bukan berarti menjadi pengecut. Seolah harus menanggung semua resiko terburuk karena tidak mau berusaha lebih. Nyatanya, menyerah tidak semenakutkan itu.

Menerima memang mudah, tapi apakah sudah mengikhlaskan?

Saya ingin mencoba menuliskan analogi sok tahu yang baru saja terlintas dikepala Saya karena belum bisa tidur padahal jam sudah menunjukkan pukul setengah tiga pagi.

"Tetesan air tidak pernah menyerah untuk mengikis sebuah batu yang sangat keras, berapapun waktu yang diperlukan, ia tidak akan menyerah"

Seperti memiliki dua premis dengan cerita yang berbeda. Bisa saja tetesan air memang tidak pernah menyerah, tetapi apakah batu melakukan hal yang sama? Apakah ada kemungkinan bahwa ternyata batulah yang sebenarnya sudah menyerah oleh tetesan air?

Sudut pandang yang sering Saya tekankan disetiap hal memungkinkan untuk membantu memahami bagaimana dan kenapa. Menjawabnya dengan mudah, meskipun sedikit membingungkan pada awalnya.

Bagi Saya, 7 tahun merupakan batas masa untuk melepaskan, merelakan, melupakan.
Menyerah menjadi satu-satunya pilihan yang tersedia dikolom sebuah jawaban. Walaupun konotasi pilihan sendiri adalah pasti lebih dari dua, tapi jawaban yang benar hanya satu bukan? Dan tanpa harus menebak dengan kancing baju layaknya sedang mengisi ujian, Saya yakin jawaban dari pertanyaan ini adalah menyerah.

Semua ada masanya, dan setiap masa ada batas waktunya.

Begitu pula dengan apa yang sedang Saya alami beberapa minggu kebelakang hingga saat Saya menulis ini. Masa untuk bertahan telah mencapai batas waktu. Seperti mengisi billing di warung internet, tapi kali ini tidak bisa ditambah, karena sudah dipesan oleh orang lain. Lagipula Saya sedang malas berjalan ke operator untuk membayar lagi.

Saya harus melepaskan apa yang sejatinya bukan untuk Saya
Saya harus merelakan apa yang seharusnya bukan kepunyaan Saya
Saya harus melupakan apa yang sebenarnya bukan takdir Saya.

Pontianak, 25 Juni 2020
Read More »

Curahan Hati

ANTARA DUA PILIHAN, SAYA ATAU ORANG DISEKELILING SAYA

Senin, Juni 22, 2020


Satu minggu ini menjadi salah satu minggu terberat yang pernah Saya alami; Penjualan menurun akibat pandemi, jasa pengiriman harus tutup, serta uang tabungan yang semakin hari semakin menipis.

Berimbas pada sebuah konklusi yang tidak disangka sebelumnya.

KEPUTUSAN

Mari Saya ajak kembali sejenak ke tahun 2013, menggali alasan mengenai kenapa dan bagaimana.

......

Tahun ini seperti anugerah. Mengenal seseorang yang ternyata dikemudian hari menjadi pacar Saya, dan meskipun sekarang orang tersebut sudah menjadi mantan Saya. Kemudian bergabung disalah satu komunitas sekolah yang menurut sebagian orang layak dipertimbangkan sebagai komunitas paling populer.

Meskipun kesenangan tahun itu akhirnya rusak, setelah Saya mengenal seseorang yang begitu terasa berbeda.

......

Mencintai dan dicintai adalah dua hal berbeda, Saya bisa saja seenak jidat mencintai seseorang, tapi apakah Saya bisa memaksakan dicintai juga? Perkara ini yang terus-terusan berputar dikehidupan seorang anak SMA yang tidak pernah mengerti jawaban dibalik pertanyaan kenapa dan bagaimana.

Hingga tiba saat harus melanjutkan pendidikan ke jenjang selanjutnya, pertanyaan itu masih terus berputar seperti sebuah looping yang tidak pernah berhenti. Energi yang dihasilkan kembali diputarkan untuk memikirkan hal yang sama. Seperti sebuah pola yang tidak satu orang pun tahu dimana ujungnya.

Ribuan alasan telah digumamkan, setiap malam selama bertahun-tahun selalu berkontemplasi akan ketidaknyataan. Mencoba mengintip pada bagian paling kecil, apakah ada kemungkinan pola ini akan memiliki akhir. Meskipun nyatanya pada tahun ke-7, kemungkinan ini belum berhasil ditemukan.

Saya mencoba berbagai alternatif, meskipun tidak sampai ke dukun atau orang pintar. Menceritakan, rahasia yang selama ini Saya simpan sendiri. Bukan, bukan. Maksud Saya, Saya sudah pernah menceritakan ini sebelumnya kepada sahabat baik Saya di Jogja sana. Sayangnya saat ini Saya ingin sekali mengetahui jawaban dibalik pertanyaan kenapa dan bagaimana dari narasumbernya secara langsung, meskipun kemungkinannya nihil.

Kembali lagi ingin bertanya perihal jawaban yang sebenarnya tidak ada satupun orang yang tahu, kecuali si pembuat pertanyaan.

Melewati batasan, mencoba menerka, menampung jawaban dari kanan-kiri, menilik semua sudut pandang dari atas, ataupun bawah. Hingga mendapatkan hasil akhir yang sebenarnya belum bisa untuk menghentikan pola yang sudah berjalan selama 7 tahun. Karena berada dalam kepasrahan terdalam, keputusan ini dibuat.

Saya jadi teringat oleh perkataan seseorang yang benar-benar mampu meng-influence Saya dalam hidup. "I always believed that the hardest choices in life, are the right ones. The ones that easy are usually the wrong ones" Dan untuk kasus ini, hanya ada satu keputusan yang benar dan itu adalah keputusan terberat sejauh ini. Yaitu, MERELAKAN.

Menjaga sekeliling, agar tetap berjalan pada poros dan kebiasaannya. Ke egoisan untuk menyatakan akan berimbas pada rusaknya pola lain yang juga sudah berjalan harmonis dan beriringan. Toh kepastian hanya akan membuat sebagian orang merasa kehilangan kebahagiaan.

Ini hanya pilihan antara Saya atau orang disekeliling Saya.

Dan Saya memilih untuk tidak merusak kebahagiaan mereka.

Lalu bagaimana dengan Saya?

Memikirkan kebahagiaan orang lain mungkin alur takdir yang Saya pilih oleh kesadaran sendiri, tanpa paksaan. Meskipun Saya bukan avatar yang bertugas menjaga keseimbangan dunia, ataupun yin-yang sebagai simbol keseimbangan alam semesta.

Biarlah rahasia loop ini tersimpan baik oleh Saya sampai nanti Saya lelah menyimpannya.
Read More »

Daily Absurd

MIMPI INDAH YANG BURUK

Minggu, Mei 10, 2020

PS. tolong ini bukan puisi ya bangsat.

Mimpi tadi sangat menyenangkan, meskipun sebentar.
Saya bertemu denganmu, sekali lagi.

Senyummu masih sama, sangat manis seperti susu dancow
Ketawamu masih sama, pas dan tidak melengking seperti jengkelin
Wajahmu masih sama, sangat cantik seperti saham unilever

Didalam sini, tiba-tiba saja Saya berani untuk mengatakan yang sebenarnya.
Mengatakan bahwa sudah sangat lama Saya menyukaimu, dengan serius.
Padahal didunia nyata, hanya bisa sebatas tertawa bersama.

Anehnya, kamu juga mengatakan hal yang sama.
Sial, padahal realitanya kamu tidak mungkin suka.
Pftt, mungkin saja kamu hanya menganggap Saya mas-mas batak yang terlalu percaya diri.

Mimpi tadi sangat menyenangkan, meskipun sebentar.
Berjalan entah kemana, sesuka mimpi sajalah membawa kita berdua.
Saya memeluk kamu seperti seseorang yang sangat takut kehilangan,
kamu membalasnya, kamu menerimanya, bahkan peganganmu lebih erat seperti sedang tarik tambang.

Padahal didunia nyata,
mungkin saja kamu menganggap Saya hanya sekedar mas-mas batak biasa
yang tidak mungkin kamu pertimbangkan karena perbedaan agama,
dan muka.

Mimpi tadi sangat menyenangkan, meskipun sebentar.
Adik kurang ajar karena tiba-tiba menggedor pintu kamar hanya karena bertanya.
Kamu tiba-tiba hilang, tergantikan oleh sesosok laki-laki bermuka kotak yang ternyata adik sepupu Saya.

Saya senang sekali malam ini, meskipun terbangun dengan kepala yang sangat pusing.
Saya bertemu denganmu, sekali lagi.
Read More »

Puisi

JIKA // JIKA TIDAK // BAGAIMANA JIKA

Senin, April 13, 2020

Berkontemplasi sebelum tidur memaksa otak bekerja lebih keras dari biasanya
Lamunan berayun melampaui detik tak terhingga menuju ketenangan yang tak kunjung datang
Mungkin aku kau dan mereka juga tergabung dalam kontemplasi yang sama, mengenang kejadian yang tak bisa diulang, dan memaksa hal yang belum datang akan menjadi kenyataan.

Jika aku miskin nanti
Jika aku kaya nanti
Jika jika dan jika lainnya

Otak terasa lelah namun tanda terlelap belum nampak
Ah, mungkin sebentar lagi

Jika tidak memutuskan
Jika tidak membiarkan
Jika tidak jika tidak dan jika tidak lainnya

Lampu sudah mati, muadzin adzan subuh sudah pulang kerumah
Ah, satu lagi

Bagaimana jika aku menjadi suaminya
Bagaimana jika aku menjadi istrinya
Bagaimana jika bagaimana jika dan bagaimana jika lainnya

Aku kau dan mereka terlelap dengan penyesalan
Terbangun dengan penuh pengharapan
Dan hidup melalui sebuah pengandaian

- Gipsy Marpaung, Pontianak 2020
Read More »

THIS IS A WHOLE NEW LEVEL OF LONELY

Rabu, Maret 25, 2020

Meskipun kehidupan menawarkan satu juta bahkan satu milyar pesona keindahan, entah kenapa kesepian selalu hinggap pada beberapa manusia. Entahlah, pun mungkin terjadi juga pada hewan jika kita dapat mengerti ucapannya.

Saya yakin, semua orang pernah merasakan kesepian, dengan tingkatan yang berbeda-beda.

Beberapa orang menganggap bahwa tinggal sendirian diperantauan merupakan tingkat kesepian paling tinggi. Jauh dari keluarga, dan orang terdekat.

Sebagian lagi, menganggap biasa.

Beberapa orang menganggap bahwa pergi ke bioskop sendirian merupakan tingkat kesepian paling tinggi.

Sebagian lagi, menganggap biasa.

Beberapa orang menganggap bahwa ditinggal keluarga pergi berlibur merupakan tingkat kesepian paling tinggi.

Sebagian lagi, menganggap biasa.

Lalu, apa yang membuatmu begitu kesepian?

......

Mungkin, beberapa bulan ini adalah waktu terberat dihidup Saya, hingga Saya merasa begitu kesepian. Dan mungkin, ini adalah tingkatan rasa sepi tertinggi yang Saya rasakan. Entahlah, setiap malam sebelum tertidur Saya selalu berkontemplasi mengenai kehidupan yang sedang Saya jalani. Lalu hanya bisa merenung, berpikir panjang, dan terpendam jauh kedalam lubuk hati. Hingga akhirnya meledak begitu saja.

Kesepian yang akhirnya membuat Saya sadar, bahwa tidak ada satupun manusia dimuka bumi ini (kecuali keluarga) yang peduli terhadap masalah yang sedang menimpa kita. Bahkan orang-orang yang sudah kamu anggap sebagai teman, sahabat, bahkan yang sudah kau labeli dengan kata “keluarga”. It such a bullshit.

Let me tell you a story about being lonely..

06 Februari 2020.

Hari ini, Ibu Saya dioperasi karena 2 hari sebelumnya dinyatakan oleh Dokter bahwa Ibu saya memiliki tumor di bagian usus besarnya. Bukan hanya itu, ternyata di ginjal sebelah kirinya juga terdapat batu sebesar 4cm.

Kaget? Jelas. Saya sekeluarga sangat terpukul. Tidak ada keluhan dari Ibu Saya sebelumnya. Hanya sakit perut berkepanjangan selama satu minggu sebelum masuk Rumah Sakit. Setelah melalui beberapa pembicaraan keluarga, tepat pada tanggal tersebut Dokter melakukan operasi untuk mengangkat tumor yang ada didalam usus besar Ibu Saya.

Ditengah-tengah operasi, seorang perawat keluar untuk memanggil salah seorang dari kami masuk kedalam ruang operasi. Setelah ditelisik, Dokter mengatakan harus melakukan tindakan pengangkatan salah satu ginjal Ibu Saya dengan alasan ginjal tersebut sudah menempel keras pada usus yang terkena tumor.

Hati Saya remuk. Terlebih Bapak yang sedari tadi duduk diam diluar ruangan operasi. Saya tahu, rasa sayang beliau sangat besar kepada Ibu Saya. Bapak hanya bisa menangis, sedang Saya tidak boleh terlihat menangis didepan beliau, pun kakak Saya juga harus terlihat kuat.

Perdebatan singkat memenangkan keputusan untuk pengangkatan ginjal. Entah kebetulan atau bagaimana, ternyata ginjal yang harus diangkat adalah ginjal yang memiliki batu sebesar 4cm didalamnya.

Selama lebih 6 jam Ibu Saya di ruang operasi, jam sudah menunjukkan pukul 8 malam. Akhirnya Dokter mengatakan bahwa operasi berjalan lancar, pun begitu pula kondisi Ibu Saya. Meskipun Ibu Saya harus dimasukkan ke ruangan ICU dengan alasan harus dirawat secara ekstra karena dosis obat bius yang diberikan Dokter Anestesi terlalu banyak, mengingat lamanya waktu operasi yang dibutuhkan.

Tak berselang lama, dari dalam ruangan ICU terdengar suara teriakan yang berasal dari Ibu Saya. Saya semakin hancur, meskipun dokter menjelaskan bahwa itu terjadi karena obat bius sudah mulai hilang. Saya masih ingat, dan Saya bisa merasakan rasa sakit itu.

Saya berjalan menuju pelataran rumah sakit, duduk diam. Tanpa sadar mata Saya sudah tergenang dengan air yang tidak mungkin mampu Saya tahan lagi. Saya menangis sejadinya, berharap Ibu Saya sembuh dan bisa melalui itu semua.

Waktu serasa melambat. Malam itu, Saya tidur dengan perasaan sedih yang teramat sangat.

07 Februari 2020.

Hari ini Ibu Saya sudah diperbolehkan masuk ke ruangan inap biasa. Dokter mengatakan bahwa kondisi Ibu Saya sangat baik, bahkan melebihi pasien lain yang juga melakukan operasi yang sama. Saya tahu, bahwa semangat Ibu Saya untuk sembuh sangat besar. Saya tahu, dan Saya percaya akan hal itu.

Entahlah, Saya tidak bisa mendeskripsikan semuanya. Mengingat bahwa ketika 3 hari paska operasi Ibu Saya masih diharuskan untuk puasa, meskipun dokter memberi kelonggaran untuk memberikan Ibu Saya minum barang 1-2 sendok agar tidak dehidrasi. Saya tidak kuat mengingat itu.

....

Puji Tuhan, kondisi Ibu Saya setiap hari kian membaik. Senyum Bapak Saya mulai timbul, dan Bapak sudah bisa mengguraui Ibu sekedar untuk memberi semangat. Meskipun setiap berbicara ke orang lain, Bapak selalu terlihat sedang menahan tangis.

Long story short

12 hari paska operasi, keadaan Ibu Saya sudah semakin membaik bahkan Ibu Saya sudah belajar untuk berjalan meskipun hanya sekedar mengelilingi ruangan. Dokter pun berkata bahwa Ibu Saya sudah diperbolehkan pulang, dengan catatan harus datang untuk konsultasi 3 hari kemudian.

Hampir 3 minggu Ibu Saya dirawat di Rumah Sakit, dan selama itu pula Saya berharap 1 saja orang yang selama ini Saya anggap teman, sahabat, atau keluarga datang menjenguk hanya untuk sekedar menemani Saya bercerita. Nyatanya, mungkin saja harapan Saya terlalu tinggi. Menanyakan kabar saja tidak, apalagi berharap mereka datang.

Mungkin hampir setiap malam Saya menangis, memikirkan apa kesalahan yang sudah Saya lakukan kepada orang lain, sehingga mereka tega tidak memperdulikan Saya barang beberapa jam. Entahlah, Saya rasa Saya sudah baik ke semua orang. Saya selalu memberikan effort lebih untuk orang lain, untuk mereka yang sudah Saya anggap teman, sahabat bahkan sampai Saya labeli mereka dengan kata “keluarga”.

Padahal satu minggu sebelum semua ini terjadi, semua teman dan sahabat Saya berkumpul selama satu minggu penuh untuk menyemangati salah satu teman Saya yang sedang berduka karena kehilangan salah satu orang tuanya. Dan Saya juga menjadi bagian dari perkumpulan itu.

Saya salah berharap? Toh Saya tidak meminta mereka untuk memberikan Saya uang, bantuan berbentuk materi atau apapun itu. Saya hanya meminta mereka untuk datang, Saya hanya ingin sekedar bercerita. Apa kesedihan Saya tidak bisa dibagikan untuk orang lain? Bagaimana dengan kesedihan mereka?

Kesepian memang tidak sampai membunuh Saya. Tetapi kesepian sudah berhasil membuat semangat Saya benar-benar hilang. Dan mereka menjadi bagian dari kesepian tersebut.

Berangkat darisana, kesepian sudah bukan lagi menjadi momok menakutkan untuk Saya. Saya sudah berdamai dengan sepi, berhasil atau tidaknya akan Saya usahakan.

Kau boleh berharap pada manusia lain, dengan catatan orang itu tau diri untuk membalas harapanmu.
Kau boleh berharap pada manusia lain, dengan catatan harapan itu kau sematkan pada manusia normal, bukan manusia tolol yang tidak tahu terimakasih.

Jika kau jawab dengan “satu kesalahan tidak bisa membuat orang itu menjadi jahat”, Saya akan jawab dengan “munafik”. Satu kesalahan fatal dapat merubah sudut pandang Saya terhadap manusia tersebut selamanya. Dan apa yang sudah Saya tanam didalam otak, tidak akan bisa di program ulang.

Lalu, apa yang kamu pikirkan sekarang?

Tak apa jika kau menganggap Saya berlebihan. Saya sudah tidak terlalu peduli dengan apa kata orang, dan... Saya juga sudah berjanji untuk tidak memberikan effort berlebihan kepada orang lain. Siapapun itu.

Yang sekarang  harus Saya lakukan adalah menjaga dan merawat Ibu Saya hingga sembuh, agar beliau bisa beraktivitas seperti biasa. Tidak mengharapkan bantuan dari teman, sahabat atau siapapun itu selama Saya dan keluarga masih bisa melakukannya sendiri.

Manusia sosial itu,
tidak lebih dari seorang penjilat.

Kau akan dipandang jika kau punya jabatan
Kau akan disegani jika kau punya kekuasaan
Kau akan dihormati jika kau punya wewenang
Kau akan didekati jika kau memiliki sesuatu yang dibutuhkan mereka

Dan,
Kau  akan dijauhi jika tak punya apa-apa.


-Gipsy
25 Maret 2020.

Read More »