Puisi

MY COLLECTION OF POEMS :) [PUISI]

Selasa, Januari 30, 2018

Img src: familyfriendpoem.com


-MODALKU CUMA BAIK-

Kamu cantik
Baik
Pintar
Ah, kamu adalah sosok perempuan yang tepat

Tapi aku,
Tidak menarik
Tidak pintar
Ditambah, katamu, kepercayaanku beda denganmu

Tapi, menurutku, aku baik.

Apa hanya bermodal baik, bisa mendapatkanmu?
- Meliau, 2018

-DIA ADALAH AKU-

Ada seseorang berkata lelah,
namun tetap bertahan
Dia juga berkata lepas,
namun tetap memperjuangkan
Dia berkata lupa,
namun tetap mengingat semua hal
Dia berkata murka,
namun tetap setia cinta

Dan dia adalah, Aku.
- Pontianak, 2018

-PENYESALAN-

Kau menangis diantara sepinya kabut malam itu
Meraung meratapi kata perkata yang telah terucap
Duduk lesu dipelataran rumah menunggu siempunya muncul dari balik pintu.

Berteriak, terisak,
sembari mengelap tetesan air yang keluar dari pelupuk mata
Maaf kau lontarkan pada sebuah pagar pembatas,
siempunya tetap tak bergeming.

Kau tetap terjaga sembari memohon pada pintu hingga pagi menjelang
Meminta agar ada yang sudi menggeser.
Tak peduli kantuk, tak peduli kotor, sudah tak peduli lagi akan apa yang ada disekitar
Kau terus meronta, berucap maaf,
Meskipun siempunya tak sudi menjawab.
- Meliau, 2017

-SEBUAH PERMINTAAN-

Aku sangat ingin bertemu denganmu malam ini,
menanyakan perihal apa yang pernah kita janjikan.
Aku ingin berdua denganmu malam ini,
memberi pelukan hangat; memanjakan, dan melindungi dirimu

Aku tak butuh memilikimu seutuhnya,
hanya saja aku ingin menghabiskan waktuku hanya berdua.
Menghabiskan rasa sayangku hanya untukmu,
mencintaimu dengan segala upaya
Tanpa berharap kau melakukan hal yang sama,
tanpa rasa skeptis berlebih

Aku mencintaimu dalam diam yang perih
Aku mencintaimu tanpa meminta balasan lebih
Aku menyayangimu dulu, sekarang, atau tahun depan
Bahkan hingga saat kau sudah dimiliki pria mapan.
- Pontianak, Penghujung tahun 2017

-Gipsy Marpaung
Read More »

Puisi

ETIKA [PUISI]

Selasa, Januari 30, 2018

Img src: commons.wikimedia.org


Sebenarnya, jika pasanganmu direbut oleh orang lain
yang ternyata dia adalah temanmu sendiri,
itu tidaklah salah dan melanggar hukum.

Hanya perkara etika, kurang pas.
Jadi, kau tak berhak menghakiminya.
Biarkan saja dia belajar etika terlebih dahulu.

Dan, untuk pasanganmu
tinggalkan saja
dia adalah sumber dan penyebab etika itu tidak ada.
-Gipsy Marpaung
Read More »

Celotehan Sok Bijak

"PELIT"

Selasa, Januari 30, 2018

Img src: dragoart.com
Pasti tahu bukan, kenapa ilustrasi gambar menggunakan Mr. Crab?

Oke, sebelum gue mulai membahas sesuatu yang menurut gue penting, tapi menurut lo gak penting. Gue minta izin dulu untuk berbicara sepatah dua patah kata bahaha.

Setelah sekian lama gak nulis karena 'sok' menyibukkan diri dengan kegiatan yang sangat dibuat-buat, akhirnya, ini tadi, pas keluar dari WC, gue memikirkan sesuatu. Sebuah pengalaman getir, elah bahasanya haha. Berkaitan dengan pelit, dan kehidupan gue sebagai mahasiswa rantau.

Dalam KBBI, pelit adalah:
pelit/pe•lit/ a kikir; lokek: orang -- tidak suka memberi sedekah;

Dalam artian gue pribadi, pelit adalah:
pelit/pe-lit/ a njing.

Sampai saat ini, gue belum bisa memahami sifat pelit itu sendiri. Dan gue juga belum bisa sepenuhnya sadar, apakah gue ini termasuk tipe orang yang pelit atau tidak.

Pada dasarnya, setiap orang punya sifat pelitnya masing-masing. Tapi, disini yang akan gue bahas adalah sifat pelit dalam hal uang dan ilmu.

Dua hal ini kaitannya sangat erat. Ilmu bisa disebar luaskan untuk mendapatkan uang, beberapa contoh penyebaran ilmu untuk mendapatkan uang antara lain:
1. Seminar (Tidak semua seminar, tapi rata-rata)
2. Penjualan Tutorial (Berbentuk buku, ataupun E-book)
3. Bisa lo isi sendiri.

Gak ada yang bisa menyalahkan kegiatan tersebut. Sebenernya, gak ada hukum yang melarang. Tapi, apakah seseorang dengan teganya menjual "JASA" kepada temannya sendiri?

Gini, sebenernya hal itu lumrah dilakukan jika seseorang sudah masuk kedalam dunia kerja. Kalau masih berstatus mahasiswa? Lalu, apakah suatu pertolongan harus mendapatkan imbalan?

....

Dari pengalaman pribadi gue selama kurang lebih 9 tahun menjadi seseorang yang “jauh dari orang tua” (red: perantau) pelit bukanlah suatu tindakan yang tepat untuk menjadikan kita berarti dimata orang lain.

Ada suatu perumpamaan:
“Jika seseorang melemparmu dengan batu, lemparlah dia dengan pisang”

Tapi dalam hal ini, tidak akan bisa. Pelit akan dibalas dengan pelit, lalu kebaikan akan dibalas dengan kebaikan. Sifat manusia, hehe.

Dalam sepak terjang gue selama menjadi perantau, hahaha bahasanya elah anj banget. Banyak orang yang gue temuin, dengan sifat mereka masing-masing. Tapi, disini, ditempat gue sekarang, kepelitan adalah suatu sifat yang hakiki dan mutlak (tidak dapat diganggu gugat). Entah, secara sadar atau tidak, mereka tetap berdiri kokoh menjadi seorang yang pelit!

Gue punya sedikit cerita, gak panjang, biar lo gak males baca.

Gue pernah hidup satu kontrakan dengan banyak orang selama 2 tahun, sebelum akhirnya gue terdampar lagi dikos bareng anak setan yang dari awal masuk kuliah bareng terus kemana-mana.

Salah satu diantara kami semua, bisa dibilang punya kehidupan yang lumayan rumit dalam urusan ekonomi. Bukan karena dia punya sifat hedonisme yang tinggi, tapi memang faktor ekonomi keluarga yang gak memungkinkan. Ibaratkan kata, makan aja susah.

Ada beberapa orang diantara kami yang ‘peduli’, dan sedikit membantu sesuai kemampuan kami. Ada juga yang acuh, gak peduli, dan gak mau tau sama isi perut orang lain.

Pernah suatu hari, ketika orang-orang yang peduli ini lagi ngalamin masa krisis (otomatis tidak bisa membantu, meskipun sekedar membelikan makan, karena perut mereka juga belum makan haha). Contoh kecil: orang-orang yang mampu dan masih memiliki uang lebih ini, gak mau tau sama sekali.

Jadi, temen gue ini kerjaannya tidur terus selama 2 hari, dan bangun cuma sebentar. Penyebabnya ya, karena emang dia belum makan selama 2 hari, jadi cara ampuh satu-satunya biar gak kelaperan ya tidur. Selain nyemil promag.

Waktu itu, gue dan sebagian temen gue yang peduli sama sekali gak punya uang lagi.

Satu tongkrongan, gak mungkin dong ‘sipelit’ ini gak sadar kalo temennya udah gak makan 2 hari? Nah, dia dateng nih dengan gagahnya sambil bawa kantong kresek item yang isinya makanan. Terus, makan deh didepan temen gue yang belum makan 2 hari ini. Santai, tanpa beban.

Pengen gue tonjok, tapi dia gak salah apa-apa. Cuma otaknya aja yang agak sengklek, dikit.

Salah satu sifat pelit dalam hal uang, yang pernah gue temuin.

Lagi, tadi udah bahas pelit masalah harta. Sekarang gue pengen bahas masalah ilmu.

Kalau seorang mahasiswa tidak mengerti akan apa yang dijelaskan oleh dosen, kemana dia seharusnya bertanya?
A. Teman
B. Pak Satpam
C. Tukang Angkringan

Beberapa dari temen gue, ada yang dengan suka hati menjelaskan apa yang mereka tahu. Entah itu ilmu yang bisa diperjual belikan ataupun sekedar ilmu yang digunakan dalam mata kuliah. Tapi, ada beberapa komplotan yang memiliki banyak alasan supaya “ILMU” yang mereka punya tidak tersebar. Tidak gratis, harus bayar.

Pernah gue bertanya suatu hal yang gue sama sekali gak ngerti, berharap dengan mendengar penjelasan temen, gue bakal ngerti. Tapi apa yang gue dapet? Berikut penulis himpun langsung dari sumbernya ahahha:

Gue: “Bro, ini gimana ya? Kok gue gak ngerti ya? Jelasin dong tolong”
Si Dermawan: “Cari di Google banyak bro, gue juga cari di Google”

Ntap!

Bagi gue, tidak ada salahnya berbagi dengan seseorang yang sedang membutuhkan. Pun, suatu saat kebaikan yang pernah lo lakukan akan berimbas baik untuk kehidupan lo juga. Meskipun lo gak tau kapan balasan itu bakal lo terima, tapi apa salahnya menjadi orang yang ‘tidak pelit’ untuk orang lain?

Parahnya, ada salah satu temen gue yang punya sifat pelit dalam kedua hal tersebut. Pelit uang, pelit ilmu. Double pelit! Mungkin panutannya Mr. Crab. Pengen cepet kaya.

Entahlah, gue gak ngerti lagi sama orang ini.

Gini, apasih untungnya jadi orang pelit? Terus, kenapa coba pelit? Dalam hal uang, bro kita yang masih mahasiswa dan digaji orang tua, apa salahnya ngebantuin orang lain? Emang apasih yang mau lo beli? Lambo? Gue gak minta setiap ada yang membutuhkan bantuan, harus selalu dibantu. Tapi bantulah sesuai apa yang lo punya dan lo mampu.

Dalam hal ekonomi, gue tidak memaksakan seseorang diwajibkan membantu, jika dirinya pun sedang dalam masa sulit, dan tidak memungkinkan untuk membantu. Tapi, disini, yang gue temuin. Orang-orang yang memiliki kapasitas pelit tertinggi, adalah orang-orang yang hidupnya jauh dari kata miskin. Uang jajan (gaji beserta tunjangan dari orang tua) lebih tinggi. Mampu beli ini itu, tapi gak mampu beliin temen makan?

Okelah dalam ilmu, lo boleh pelit karena lo susah mendapatkan ilmu itu, dan orang lain gak berhak dengan mudahnya minta penjelasan dari lo. Tapi, apakah lo setega itu?

Parahnya lagi, lo itu gak sadar kalo lo itu pelit pake banget! Itu hidup lo sampah banget sumpah dah.

Menurut gue, orang-orang pelit adalah orang-orang yang tidak percaya dengan Tuhan. Padahal, yang gue tahu, setiap agama mengajarkan agar tidak pelit dan berbagi dengan sesama yang sedang membutuhkan. Ditambah, sudah jelas dituliskan bahwa jika kita berbagi, kita akan mendapatkan balasan yang berkali-kali lipat lebih banyak. Lalu, kenapa orang-orang ini masih pelit? Karena mereka tidak percaya akan apa yang sudah difirmankan oleh Tuhan! Katanya taat, hehehehe.

Jadi, buat lo yang mungkin ngebaca ini, buanglah jauh-jauh sifat pelit yang lo punya. Karena pelit lo bakal berdampak buruk untuk kehidupan lo sendiri. Bisa-bisa, kalo lo lagi butuh pertolongan, gak bakal ada yang mau nolongin lo. Soalnya, roda kehidupan itu berputar hehehe.

Read More »