Review

[REVIEW] Shutter Island (2010)

Jumat, Mei 25, 2018

Review Shutter Island Indonesia
Img Src: slashfilm.com
Late review kali ini disponsori oleh kemalasan menulis.

Balik lagi di review film yang sangat-sangat telat! Film yang ditayangkan pertama kali pada tahun 2010, dan baru gue review tahun 2018. Gue adalah reviewer paling mantap!

Shutter Island diadaptasi dari novel karya Dennis Lehane yang pernah menulis Mystic River, Gone Baby, Gone. Novel Karya Dennis memang lebih cenderung ke Dark dan Twisted Plot. Sama halnya dengan novel Shutter Island yang sangat-sangat membingungkan. Menurut gue, sutradara sekelas Martin Scorsese sukses banget mengadaptasi novel tersebut ke dalam film garapannya. Film ini sangat-sangat terasa membingungkan, dan harus ditonton berulang-ulang untuk mengerti apa yang sebenarnya sedang terjadi didalamnya.

Img Src: amazon.com


#SINOPSISSINGKAT
Bersetting tahun 1954, film ini menceritakan seorang anggota federal U.S Marshall bernama Teddy Daniels (Leonardo DiCaprio) dan partner kerja barunya Chuck Aule (Mark Ruffalo) yang sedang ditugaskan untuk berkunjung ke sebuah pulau terpencil guna menyelidiki tentang misteri hilangnya seorang pasien dari rumah sakit jiwa Ashecliffe.
Sebenarnya Teddy memiliki maksud pribadi yang mengharuskannya menyelidiki rumah sakit jiwa tersebut, namun belum jelas dengan yang ingin dicarinya disana, ia dan partnernya malah merasa ada yang tidak beres dengan kepala rumah sakit jiwa, Dr.Cawley (Ben Kingsley), yang terkesan menutup-nutupi sesuatu.
Teddy berusaha keras mencari bukti-bukti yang ada disana, namun selalu ditutupi oleh pihak rumah sakit. Sampai tiba-tiba Teddy selalu mendapatkan halusinasi dan mimpi aneh setiap hari sehingga ia mulai meragukan mana yang nyata dan mana yang halusinasi. Sebenarnya apa yang terjadi disana? Apakah Teddy tidak akan bisa keluar dari pulau tersebut?

Buat kalian yang gak doyan nonton film dengan alur lambat, membingungkan dan membuat otak kalian berasap, Gue saranin untuk tidak menonton film ini.

Menurut gue, akting dari Leonardo DiCaprio (Teddy) sudah tidak perlu diragukan lagi. Meskipun pada saat bekerja dalam film ini Leo belum mendapatkan Oscar, dan baru saja mendapatkan Oscar pada tahun 2016 berkat aktingnya di film The Revenant. Ya, meskipun sempat gagal empat kali hehe.

Yang paling menarik dari film ini adalah, plot twist yang tidak bisa disimpulkan. Seperti paradox, yang memiliki banyak premis didalamnya.

#ENDINGFILM
Ada dua jenis manusia yang memperdebatkan ending film Shutter Island.

Pertama: Sebagian menganggap jika Teddy (Leonardo DiCaprio) sebenarnya tidak gila, dia hanya sudah masuk jebakan yang dibuat sedemikian rupa oleh pihak rumah sakit (Ben Kingsley) dengan cara memberinya rokok yang sudah diberikan racun, dan memberinya Aspirin yang sudah jelas itu adalah racun agar Teddy selalu berhalusinasi.

Fakta ini dapat ditarik dan disimpulkan karena didalam film terdapat scene dimana Teddy bertemu dengan Rachel Solando (Patricia Clarkson) yang asli, yang sedang bersembunyi didalam goa ditebing laut. Menceritakan ke Teddy bahwa dirinya adalah mantan Dokter yang ada di rumah sakit tersebut, lalu karena dirinya mengetahui niat jahat yang dilakukan oleh pihak rumah sakit dan tidak menyetujuinya, akhirnya dirinya dituduh menjadi orang gila agar tidak ada seorang pun yang percaya kepada kata-katanya.

Di goa tersebut Rachel Solando mengatakan bahwa Teddy sudah diberikan racun agar dirinya sering berhalusinasi, dan itu adalah salah satu cara agar orang-orang mengira dirinya gila dan tidak ada yang percaya lagi dengannya.

Akhir cerita, Teddy pasrah akan keadaan tersebut dan dia sadar bahwa dirinya tidak akan pernah bisa meninggalkan rumah sakit tersebut. Untuk itu, dia tetap pura-pura menjadi orang gila. Hal ini diperkuat dari percakapan terakhir antara Teddy (Leonardo DiCaprio) dengan Chuck (Mark Ruffalo) yaitu Teddy berkata "Which would be worse, to live as a monster or to die as a good man?"

Kedua: Sebagian menganggap jika Teddy memang benar-benar orang gila. Keadaan Teddy sendiri adalah kambuh-tidak-kambuh-tidak, sehingga dia memilih untuk 'lobotomi' (mati). Keadaan Teddy sendiri bermula karena Teddy mengalami trauma berat pasca kematian istri dan anak-anaknya. Pasalnya, Istri Teddy dengan sengaja membunuh ketiga anak-anak mereka, dan karena tidak terima akhirnya Teddy juga membunuh istrinya. Hal ini menjadi penguat bahwa Teddy memang benar-benar gila karena mengalami traumatis yang sangat dalam.

Ditambah, Teddy sering mengalami halusinasi berlebihan yang mengakibatkan dirinya sering membuat sebuah dunia untuk dirinya sendiri, dengan pemeran hayalan yang dikarang dan dibuat sendiri. Dan diperkuat lagi pada saat scene sebelum bertemu dengan Rachel Solando didalam goa. Teddy melihat banyak tikus-tikus disekitarnya.

Well, kalo Gue pribadi lebih setuju dengan kesimpulan pertama. Gimana ya, Gue lebih percaya aja sih kalau Leo sebenarnya tidak benar-benar gila. Ditambah pada saat scene terakhir, Mark Ruffalo memanggilnya dengan nama 'Teddy' bukan 'Andrew'. Padahal sebelumnya mereka sudah memanggilnya dengan sebutan 'Andrew'. Dan ekspresi Mark Ruffalo yang terkejut karena sebenarnya Leo masih sadar bahwa dirinya sedang dijebak.

Semua tergantung dari persepsi penonton. Tidak semua persepsi bisa disatukan, satu manusia memiliki banyak persepsi dan semuanya berbeda.

Bagaimana dengan kamu?
Read More »

Celotehan Sok Bijak

BUDAYA "MENGIKUTI"

Kamis, Mei 24, 2018

Sifat alami manusia adalah mengikuti. Sejak lahir, kita dituntut untuk mengikuti instruksi dari orang tua, entah itu berjalan, berbicara, mendengar dan lain sebagainya. Mengikuti adalah salah satu cara manusia agar dapat 'sama' dengan manusia lainnya. Jika tidak, maka kau akan beda katanya.

Begini, budaya 'mengikuti' sudah ada sejak zaman dahulu kala. Saya pribadi, tidak percaya dengan yang namanya orisinalitas. Semua yang diciptakan adalah plagiarisme, dalam tanda kutip "dikembangkan". Saya tidak mau berdebat, logika kan sendiri saja.

Salah satu budaya mengikuti yang akan Saya bahas adalah, mengenai sastra, bahasa tingkat dua, dan membaca.

Jika dilihat beberapa tahun kebelakang, budaya membaca, sastra, dan bahasa tingkat dua mulai bangkit lagi. Banyak anak-anak muda katanya menjadi penggemar sastra, berlomba-lomba menuliskan sebuah kata-kata manis dilaman media sosial mereka. Bahasa yang digunakan pun tergolong menarik, Anda dan Saya sebagai pembaca dituntut untuk mengetahui tingkatan bahasa yang lebih dalam. Dituntut untuk membuka kamus tesaurus jika ingin mengerti. Entahlah, mungkin mereka berkolaborasi dengan developer aplikasi kamus di smartphone agar banyak di unduh dan digunakan.

Saya tidak mengerti akan mereka yang melakukan hal tersebut, entah untuk apa tujuannya dan apa maksudnya. Saya sendiri sudah mulai menulis sejak pertama kali masuk ke Sekolah Menengah Atas, sekitar tahun 2012 dan hingga sekarang terus "belajar menulis". Saya akui, awal mula Saya tertarik dengan penulisan ketika seorang Raditya Dika yang memulai karirnya menjadi seorang blogger bisa terkenal dan banyak uang hanya karena menulis. Lalu menjadi sutradara hebat yang memiliki rumah dan kucing seharga motor Saya.

Dengan bodohnya, saya mengikuti gaya penulisan yang dilakukan oleh beliau. Dengan harapan yang sama, "terkenal". Karena dengan sombong saya berkata dalam hati "Saya lebih lucu dari Raditya Dika". Nyatanya? Sejak 2012 Saya menulis buku untuk pertama kalinya dengan judul "BATAITUKERAS", dan hingga sekarang Saya tidak dapat menerbitkan satu buku pun.

Mengerti? Tidak selamanya budaya mengikuti adalah baik.

Kembali lagi, dengan segelintir orang yang katanya sangat cinta dengan sastra. Padahal jurusan yang diambilnya pada saat kuliah adalah ilmu ekonomi, pemerintahan, pertambangan. Lalu, dimana seninya?

Semenjak munculnya kutipan-kutipan yang dengan sengaja di copy-paste dari Google ke Instagram. Semakin banyak anak-anak yang mendadak menjadi pujangga. Mereka membawa buku yang Saya perkirakan halamannya berjumlah 300+ untuk ditenteng ketika mereka sedang berpergian, entah itu ke sebuah cafe, ataupun warkop. Dibaca? Oh, tentu saja! Mungkin hanya 2-3 lembar halaman. Lalu mengobrol dengan teman-temannya. Dan Saya yakin, ketika sampai rumah dan ingin melanjutkan membaca, mereka sudah lupa dengan isi bacaan yang sebelumnya. Lalu di ulang kembali. Dan begitu seterusnya. Atau mereka terlalu malas untuk mengetahui apa isi yang ingin disampaikan si penulis. Yang paling penting, ada bahan untuk feed instastory dan feed Instagram.

Bukan menghakimi, tapi apa esensi yang didapatkan dengan membawa buku bacaan ditempat umum? Ingin terlihat pintar atau bagaimana? Saya masih tidak mengerti.

Sepengetahuan dan sepengalaman Saya didalam membaca, apapun bacaannya. Saya harus bisa tenang dan berkonsentrasi penuh didalamnya, dengan tujuan supaya Saya dapat mengerti apa yang dimaksudkan oleh penulis. Lalu, apakah ditempat umum dengan tingkat kebisingan yang sangat tinggi dapat membuat mereka berkonsentrasi? Saya rasa tidak.

Saya beranggapan, beberapa tahun belakangan ini ada beberapa orang yang memang benar-benar suka dengan hal tersebut, lalu dicontoh oleh orang-orang yang hanya 'mengikuti' tren sesaat. Tak perlulah berdebat, ya? Sudah banyak contohnya, dan jika Saya tidak memberi contoh maka bodohlah Saya. Oke, Film Horror di Indonesia. Sempat hilang dari peredaran, dan tergantikan oleh film-film komedi. Lalu bangkit kembali karena "Pengabdi Setan". Lalu banyak Sutradara berlomba-lomba untuk membuat film dengan genre yang sama. Dengan harapan? Jelas, kesuksesan!

Sama halnya dengan apa yang sedang kita bahas. Mungkin apa yang sedang mereka lakukan sekarang adalah representasi dari keberhasilan novel-novel romansa yang beredar juga di Indonesia. Lalu di ikuti dengan harapan didalam kehidupan nyata cerita yang ditulis dapat direalisasikan.

Mungkin juga, banyak dari mereka berharap dengan menulis sastra dapat memikat wanita. Dan membuat mereka terlihat lebih pintar dan berpendidikan didalam segala hal. Padahal tidak, mereka tak lebih dari seorang anak kecil yang habis menonton film Ultraman, dan berharap di kehidupan nyata mereka dapat menemukan Ultraman. As Simple As That.
Read More »

Puisi

AKU SUKA [PUISI]

Kamis, Mei 24, 2018

Aku Suka Puisi
Img src: blog.ink361.com
Duduklah menepi bersamaku ketika ombak datang
Berbaringlah dipundakku ketika malam menyapu senja
Berdua dibawah pohon yang sayu terhantam angin
Sembari sesekali tanganmu menyentuh lembut pipiku
Lalu usil memetik gitar merayu bernyanyi

Tertawamu bagus, dan aku suka
Melihat rambutmu yang sedang digerayangi angin
Menatap mukamu yang seketika cemberut kala kakimu dipenuhi pasir
Menyanyikanmu lagu tentang cinta
Lalu tenggelam dalam malam bersama kegelapan dan suara desiran

Aku suka
Apakah kau sama?
-Gunung Kidul, 2018.
Read More »

Puisi

TUHAN BAIK [PUISI]

Kamis, Mei 24, 2018

Img src: steller.co
Tuhan baik
Malam ini aku diberiNya kesempatan untuk melihat wajah cantikmu
Tuhan baik
Malam ini aku di anugerahi tawamu yang manis
Tuhan baik
Malam ini aku bisa berbicara dan bercerita banyak denganmu
Tuhan teramat baik
Malam ini masih diberiNya perasaan yang sama terhadapmu
Rasa sayang yang entah kenapa lambat laun terus memuncak pada kabut rindu,
dan kesadaran bahwa aku masih mencintaimu dalam bisu
Tuhan sangatlah baik
Mengenalkan dirimu padaku.
Hingga tak perlu mencari jauh, lalu kecewa.
-Gipsy Marpaung. Yogyakarta, 2018
Read More »